Sebagai salah satu wujud realisasi MoU antara Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata dengan Radboud University Nijmegen Netherlands, pada hari Jumat (5/4) telah diselenggarakan kegiatan workshop tentang “Workshop On Neurofeedback For Therapy and Research” di ruang B 103 gedung Antonius lantai 3 kampus Unika Soegijapranata.
Memberi materi dalam acara workshop tersebut narasumber dari Radboud University Nijmegen Netherlands, Prof Rein Breteler dan Dr Marijtje Jongsma.
Kedua ilmuwan tersebut hadir dalam rangka visiting professor yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi Unika dengan Radboud University Nijmegen, yang sudah berlangsung cukup lama.
Dalam penjelasannya, Dr Augustina Sulastri sebagai Wakil Dekan Psikologi bidang Administrasi Umum serta salah seorang peneliti utama tentang Neurofeedback mengatakan bahwa ADHD (Attention Deficit & Hyperactivity Disorder) menjadi gangguan perkembangan syaraf (neurodevelopmental disorder) paling besar dengan angka prevalensi 5-8 % dari total populasi anak-anak di seluruh dunia dan banyak terjadi pada rentang usia 6-17 tahun.
“Cukup banyak angka kejadian ADHD terjadi pada anak-anak pada masa produktif belajar di sekolah (SD – SMA), dan salah satu penanganannya adalah dengan menggunakan terapi Neurofeedback (NFK) dikomparasikan dengan therapy methylphenidate (MPH). Terapi NF dipandang relatif lebih aman dan klien dapat melihat langsung semua proses kinerja otaknya untuk mendapatkan efek “rewarding” pasca terapi, tidak semata hanya pada laporan terjadinya perubahan perilaku yang tampak (tangible/overt),” urai Dr Augustina.
Sementara Prof Rein Breteler yang hadir bersama rekannya Dr Marijtje Jongsma, sebagai narasumber workshop Neurofeedback juga menegaskan bahwa terapi NFK bisa menjadi salah satu solusi dalam penanganan masalah seperti kecemasan dan depresi, konsentrasi, kejang dan migraine, dan juga masalah yang berhubungan dengan fungsi kognitif.
“Neurofeedback mengatasi masalah yang berhubungan dengan disregulasi otak. Hal ini meliputi antara lain kecemasan, depresi, ADD, ADHD, penyimpangan perilaku, epilepsi, berbagai masalah yang berhubungan dengan tidur, sakit kepala dan masih banyak lagi,” terang Prof Rein.
“Kita memasang elektrode ke kulit kepala untuk mengukur aktivitas gelombang otak di titik-titik tertentu dengan menggunakan EEG (electroencephalograph) yang didesain khusus untuk keperluan ini,” lanjut Prof Rein saat mencoba menunjukkkan piranti yang digunakan untuk terapi NFK saat workshop.
“Sesi terapi Neurofeedback biasanya sebanyak 25-30 sesi, dan hasilnya sejauh yang sudah dilakukan memberikan efek positif dan sesuai harapan,” pungkasnya. (fas)
Internship Fair FIKOM SCU: Jembatan Mahasiswa Menuju Dunia Industri
Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Soegijapranata Catholic University (SCU) secara rutin