Psikologi klinis Unika Soegijapranata, pada hari Jumat lalu (25/10) telah menyelenggarakan kegiatan seminar dengan topik “Kepribadian Ambang”, dan dihadiri oleh para dosen, praktisi psikologi dan mahasiswa, di ruang 402 gedung Antonius, kampus Unika.
Acara seminar yang diselenggarakan sejak pagi hingga siang hari ini, menghadirkan narasumber seorang psikolog sekaligus dosen Psikologi Unika yaitu Dr Christin Wibhowo SPsi MSi Psikolog, serta dihadiri pula oleh Dekan Fakultas Psikologi Dr M Sih Setija Utami Mkes.
Dalam penjelasannya, Christin mengungkapkan perlunya pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang kepribadian ambang pada masyarakat, para orangtua dan pendidik.
“ Kepribadian ambang itu antara sehat dan tidak sehat secara psikis. Dan ada sembilan ciri yang bisa kita lihat dalam kepribadian ambang, namun minimal untuk seseorang bisa disebut memiliki kepribadian ambang adalah apabila berusia diatas 18 tahun dan memenuhi lima ciri dari sembilan ciri tersebut,” jelas Christin.
Sembilan ciri tersebut adalah (1) Takut (hingga panik) untuk sendirian, (2) Hubungan interpersonal tidak stabil, (3) Impulsif, beresiko, (4) Gangguan identitas atau ketidakstabilan citra diri, (5) Melukai diri sendiri hingga percobaan bunuh diri, (6) Suasana hati yang mudah berubah, (7) Kosong, (8) Perilaku tidak pantas (marah), dan (9) Paranoid dan disosiasi.
Salah satu perilaku kepribadian ambang, banyak yang menyebutnya dengan istilah benci tapi rindu. Artinya, apabila seseorang yang berkepribadian ambang senang dengan orang lain, maka dia akan sangat senang pada orang itu, namun ketika orang yang dia senangi melakukan kesalahan sedikit saja, maka dia akan langsung berubah menjadi sangat membenci orang itu. Jadi orang tersebut bisa dikatakan fatalisme banget, emosinya juga tidak stabil, kadang senang kadang sedih, sambung Christin.
“ Namun berbeda dengan kepribadian bipolar. Karena dalam kepribadian bipolar, selalu ada masa untuk munculnya perasaan tersebut. Ada yang enam bulan atau setengah tahun memiliki pribadi yang periang, namun dalam masa enam bulan berikutnya bisa berubah menjadi pemurung atau mudah sedih. Sedangkan dalam kepribadian ambang kita tidak tahu kapan senangnya dan kapan sedihnya, jadi perasaannya mudah bergantian dengan sangat cepat,” lanjutnya.
Bahkan efek kepribadian ambang ini bisa menjadi sangat membahayakan, karena bisa melukai diri sendiri hingga cobaan bunuh diri, karena butuh diperhatikan oleh orang lain. Jadi seseorang yang berkepribadian ambang tidak tahan dengan kesendirian.
Efek lainnya yang bisa muncul adalah penggunaan narkoba. Serta adanya kebiasaan kawin cerai atau putus nyambung, yang memenuhi lima kriteria dan berusia diatas 18 tahun.
Untuk menghindari supaya seseorang tidak terkena kepribadian ambang, maka salah satu cara yang bisa ditempuh oleh orangtua yang memiliki anak remaja adalah orangtua tersebut harus bisa mendidik anak dengan hangat, dan sering menanyakan perasaan mereka tentang sesuatu hal. Jangan berprinsip pada apa yang baik bagi orangtua tetapi sebaliknya anak diberi kesempatan untuk mengungkapkan atau ditanya perasaannya atas sesuatu hal yang akan disepakati bersama, tandas Christin.
Sedangkan Dekan Psikologi Unika Dr M Sih Setija Utami, menanggapi hal kepribadian ambang menyatakan bahwa kepribadian ambang memang ada di masyarakat, namun hal tersebut sering terabaikan sehingga akan sangat mengganggu seperti dikatakan orang, sakit jiwa juga bukan tetapi dikatakan sehat juga tidak.
“Maka apa yang disampaikan oleh narasumber tentang kepribadian ambang tergolong hal yang di luar mainstream atau di luar kebiasaan umum, karena biasanya yang diteliti adalah yang sudah umum di masyarakat, dan ini berbeda dengan penelitian kepribadian ambang yang diteliti oleh Bu Christin,” pungkasnya. (fas)
Internship Fair FIKOM SCU: Jembatan Mahasiswa Menuju Dunia Industri
Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Soegijapranata Catholic University (SCU) secara rutin