Memiliki profesi lebih dari satu tentunya harus pintar membagi waktu dan ikhlas menjalaninya. Seperti yang dilakoni dr Aprilia Karen Mandagie, Sp. KK, seorang dokter sekaligus dosen. Baginya, berbagai macam kesibukan tentu menambah pengalaman hidup yang luar biasa.
Sebagai dokter sekaligus dosen, tentu menjadi pengalaman dan pengayaan hidup berharga, bagaimana menjalaninya?
Tentu ini merupakan suatu perjalanan hidup yang luar biasa hingga saya bisa sampai pada titik ini. Saya merasa bahagia dengan apa yang saya lewati dan jalani. Mengingat perjuangan saya menjadi seorang dokter bukan suatu hal yang mudah. Penuh dengan tantangan. Keluarga saya basic-nya tidak ada yang di bidang dokter maupun dosen, jadi saya harus belajar mandiri dalam hal ini. Harus melalui perjalanan yang panjang dalam pencapain menjadi seorang dokter. Seperti mengabdi di pedalaman selama dua setengah tahun. Dua kali mendaftar sekolah dan akhirnya bisa masuk pendidikan dokter spesialis, peminatnya banyak dan yang diterima sedikit. Jadi itu semua, menurut saya adalah sebuah anugerah. Tuhan sudah menempatkan saya ke dokter spesialis kulit. Menjadi seorang dosen juga merupakan anugerah. Saya merasa bahagia bisa berjuang mandiri hingga bisa meraih apa yang saya dapat saat ini.
Suka duka menjadi seorang dosen sekaligus dokter dan juga aktivis?
Selama ini banyak sukanya sih. Karena saya berprinsip apapun yang kita kerjakan harus dilakukan dengan sepenuh hati. Dukanya adalah merasa bingung untuk membagi waktu. Suka susah apalagi saya dokter bukan cuma di klinik, tetapi juga di rumah sakit. Kemudian masih ada klinik skin esensial di rumah ditambah dengan dosen. Saat menjadi dosen pas tugas ngajar banyak nambah pusingnya. Harus bikin PPT banyak banget. Tapi bersyukur saat ini pakai online jadi bisa komunikasi lewat zoom dan jadwalnya bisa diatur. Saya juga mendapat banyak teman dan keluarga baru dari profesi yang saya geluti. Dunia dosen adalah dunia yang belum pernah saya ketahui. Sedang dunia kedokteran itu memang sejak saya sekolah sudah tahu. Beda dengan dosen harus belajar dari nol. Kita belajar menjadi seorang pengajar. Menjadi seorang pengajar itu tidak mudah. Jangan sampai mengajar suatu yang salah. Selain itu harus berfikir bagaimana cara menyampaikan materi agar penerima bisa memahami apa yang kita sampaikan.
Apa kiatnya mengemban tugas semua itu?
Yang paling penting adalah manajemen waktu. Kadang memang agak kesulitan karena saya punya hobi yang banyak. Saya suka musik, olahraga, traveling. Jadi kadang-kadang kita memang susah untuk membagi waktu. Namun bagaimanapun manajemen waktu itu penting. Selain itu kita harus melakukan segala aktivitas dengan senang. Kalau kita senang melakukan sesuatu itu pasti akan enjoy dalam mengerjakannya.
Bagaimana membagi tugas sebagai pelayan masyarakat di rumah sakit, dosen dan di dalam rumah tangga?
Saya punya anak satu dan sudah masuk SMA. Bersyukurnya dia sudah mulai bisa hidup mandiri. Bersyukur lagi sekarang ini ada teknologi dan bisa mendekatkan dengan aplikasi whatsaap. Saat praktik bisa video call. Sehingga masih bisa memantau apa yang dia kerjakan. Saya juga berusaha meluangkan waktu saat Minggu, tidak bekerja meskipun kadang kalau ada pasien luar kota dan urgen harus dilayani. Dulu sebelum pandemi, setiap Minggu saya ajak nonton, jalan, makan. Pokoknya berusaha ada waktu untuk dia. Kalau pas mengisi seminar gitu kadang saya ajak anak. Selain itu, untuk menyeimbangkan kehidupan rumah tangga, tiap Kamis, Jumat dan Sabtu, saya masak di rumah. Bukan ART yang masak.
Apa kunci sukses dalam menjalani tugas dan tanggung jawab agar semua selaras dan seimbang?
Kerja keras menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Bukan berarti menyerah, tetapi berserah dan tetap berusaha. Karena sejujurnya saya adalah orang yang suka tantangan. Jadi, jika ada sesuatu yang sulit dicapai, saya akan greget untuk mencapainya. Kuncinya adalah rasa dorongan ingin tahu, kerja keras, surrender sama Tuhan. Selain itu kita tidak boleh sombong, karena apa yang sudah kita dapat saat ini itu tidak ada artinya. Apalagi dengan adanya Covid-19 kita sadari bahwa kehidupan ini hanya seperti rumput dan debu yang sebentar saja bisa hilang. Kita harus rendah hati dalam kehidupan. Stay humble/. Kita sadari bahwa kita bukan siapa-siapa. Tetap belajar untuk memperdalam ilmu, perbesar kapasitas dan selalu menjaga hubungan baik dengan orang lain.
►Tribun Jateng Radar Semarang 29 Agustus 2021, hal. 8