Oleh: Andreas Lako
KEPUTUSAN nekat Walikota Tegal melakukan local lockdown atau isolasi kota mulai tanggal 30 Maret-31 Juli 2020 demi mencegah penyebaran virus korona di Kota Tegal patut dicermati serius dan diantisipasi potensi risikorisikonya oleh Pemkot Tegal, Gubernur Jawa Tengah dan pemerintah pusat. Keputusan panik yang hanya didasarkan pada pertimbangan karena sudah ada 1 (satu) pasien terpapar Covid- 19 dan tidak mempertimbangkan realitas ekonomi dan sosial masyarakat Kota Tegal tersebut berpotensi menimbulkan berbagai bermasalahan sosial-ekonomi yang serius. Kenapa?
Pertama, dari sisi kependudukan, jumlah penduduk Kota Tegal pada akhir 2019 adalah 249.905 orang. Lebih dari 60% mata pencarian penduduknya tergantung pada sektor-sektor usaha informal sehingga kelangsungan hidup dari mayoritas masyarakat Kota Tegal sangat tergantung pada pendapatan harian yang fluktuatif, tidak seperti para pegawai negeri atau karyawan tetap yang mengandalkan gaji tetap bulanan. Karena itu, penerapan local lockdown tentu saja akan menimbulkan permasalahan ekonomi yang serius bagi kelangsungan hidup bagi mayoritas warga Kota Tegal.
Kedua, dalam struktur APBD Kota Tegal Tahun 2020, pendapatan daerah hanya sekitar Rp1,13 triliun, sementara belanja daerah hanya Rp 1,27 triliun. Seandainya sekitar 15%-20% dari belanja daerah tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan penangangan Covid-19 selama empat bulan masa lockdown, maka jumlah tersebut tentu sangat tidak cukup. Jumlah itu mungkin hanya cukup untuk dua hingga tiga minggu saja. Ketiga, struktur perekonomian Kota Tegal sesungguhnya pincang dan sangat tergatung pada Kabupaten Tegal dan sejumlah kabupaten di sekitarnya. Dari sisi permintaan ekonomi (demand side), permintaan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar 53%, untuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sekitar 47% dan untuk pengeluaran pemerintah hanya sekitar 10%.
Sementara itu, untuk ekspor sekitar 42% dan impor barang dan jasa dari daerah-daerah lain sekitar 54% sehingga ada defisit neraca perdagangan sekitar 12%. Dari struktur permintaan tersebut, ekonomi Kota Tegal sesungguhnya tidak mandiri. Harap diketahui, impor barang-jasa dari daerah-daerah lain, selain dipakai untuk kebutuhan industri atau sektor-sektor usaha, juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Apabila Kota Tegal diisolasi, pasokan barang dan jasa dari daerah lain akan terhenti. Demikian pula aktivitas ekonomi dan bisnis akan lumpuh. Daerah-daerah lain di sekitarnya belum tentu juga akan memasok barang dan jasa untuk Kota Tegal, apabila mereka tidak mendapatkan timbal-baliknya dalam bentuk barang/jasa dari Kota Tegal. Selain itu, pengeluaran pemerintah yang hanya 10% tentu sangat tidak memadai untuk memback up kebutuhan hidup masyarakat selama masa isolasi. Keempat, dari sisi penawaran (supply side), struktur ekonomi Kota Tegal cukup rapuh. Sektor primer yaitu pertanian, kehutanan dan perikanan hanya memberi kontribusi sekitar 5%. Sementara sektor sekunder yaitu industri pengolahan, konstruksi dan perdagangan memberi kontribusi sekitar 60%. Sementara sektor-sektor usaha tersier memberi kontribusi sekitar 34%.
Dari struktur usaha tersebut, selama masa lockdown aktivitas ekonomi dan bisnis dunia usaha akan terhenti atau lesu. Hal ini akan menyebabkan penurunan drastis pendapatan masyarakat, kelangkaan ketersediaan barang dan jasa, tersendatnya sirkulasi pasokan barang dan jasa kebutuhan masyarakat, dan lainnya. Perlu diketahui, ada 121.636 orang (48,67%) warga Kota Tegal bekerja pada sektor-sektor usaha tersebut di atas. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka Kota Tegal (8,1%) termasuk tertinggi kedua di Jawa Tengah setelah Kabupaten Tegal. Pemberlakuan lockdown tentu akan menaikkan secara signifikan eskalasi permasalahan sosial dan ekonomi di Kota Tegal.
Jangan Gegabah
Berbagai permasalahan yang disebutkan di atas tentu berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan ekonomi yang sangat serius. Saya sangat kuatir, local lockdown yang telah diumumkan Walikota Tegal akan menimbulkan berbagai komplikasi masalah sosial dan ekonomi serta keamanan yang sangat serius. Apalagi lockdown akan dilaksanakan selama 122 hari.
Saya kuatir, karena lesunya aktivitas perekonomian, terhentinya atau anjloknya sumber penghasilan harian, terjadi kelangkaan dan melambungnya harga-harga barang dan jasa (khususnya sembako) serta melemahnya daya tahan tubuh dan pikiran, masyarakat Kota Tegal justru akan melakukan aksi-aksi perlawanan terhadap pemerintah Kota Tegal. Dalam kondisi lapar dan takut mati kelaparan, masyarakat bisa saja akan melakukan aksi-aksi anarkis atau kekerasan demi bertahan hidup. Karena itu, saya mengharapkan Walikota Tegal bisa berpikir kembali secara lebih jernih dan cermat lagi sebelum pemberlakaukan local lockdown Kota Tegal mulai 31 Maret 2020. Jangan sampai hanya demi menyelamatkan ratusan warga agar tidak terpapar Covid- 19, pak Walikota justru malah mengorbankan 249 ribu warga Kota Tegal dan Kota Tegal secara menyeluruh.
Menurut hemat saya, pilihan terbaik untuk mencegah meluasnya penyebaran Covid-19 adalah menindaklanjuti secara serius berbagai tuntutan yang telah diperintahkan pemerintah pusat dan Pemprov Jateng. Isolasi terbatas dan penegakan social distancing adalah opsi terbaik dan solusi moderat untuk menghambat penyebaran Covid-19. Hal ini disebabkan karena struktur perekonomian daerah dan struktur penghasilan masyarakat Kota Tegal dan hampir semua kabupaten dan Kota di Jawa Tengah serta Indonesia pada umumnya masih belum bisa mandiri sehingga tidak memungkinkan dilakukan lockdown menyeluruh dan local lockdown. Karena itu, jangan gegabah melakukan lockdown. Antara Covid-19 dengan keberlanjutan ekonomi dan kehidupan masyarakat luas harus bisa dipahami dalam satu tarikan napas atau terpadu sebelum mengambil suatu keputusan politik.
(Andreas Lako, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis; Ketua Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata, Semarang)
—————–
Suara Merdeka 28 Maret 2020, https://www.suaramerdeka.com/news/nasional/223613-jangan-gegabah-lockdown
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi