SEMARANG (KRjogja .com)– Ulama dan tokoh nasional Ahmad Syafi’I Ma’arif (Buya Maarif) dari Maarif Institute menyatakan konsep keberagaman keyakinan merupakan bagian dari Sunnah Allah (kehendak Tuhan) yang tidak akan berubah sampai akhir jaman. Keberagaman keyakinan merupakan fakta dari perjalanan sejarah umat manusia, atau istilah yang dipakai Eugen Griesman sebagai “bagian urutan alam atau peristiwa” seperti halnya urutan-urutan musim panas, lalu gugur, dingin, semi dan seterusnya. Sehingga mengingkari keberagamaan merupakan pengingkaran dari kehidupan.
Hal tersebut disampaikan Buya Maarif saat tampil sebagai pembicara kunci pertemuan regional ASEACCU (Association of Southeast and East Asia Catholic Colleges and Universities) ke-23 atau Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Asean dan Asia Timur ke-23 yang digelar di Unika 27-29 Agustus 2015. Buya tampil bersama Yenny Wahid dan sejumlah tokoh nasional lain yang ditampilkan pada pertemuan ASEACCU ini.
“Tanpa keberagaman maka hidup menjadi kering dan membosankan termasuk keberagaman dalam agama dan kepercayaan pada Tuhan. Sehingga keberagaman harusnya “dirayakan” atau disyukuri sebagai perwujudan hidup yang penuh warna dan bermakna” ujar Buya Maarif.
Direktur Wahid Institute Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid (Yenny Wahid) pada forum yang sama berdasarkan hasil penelitian lembaga yang dipimpinnya menyatakan sikap intoleransi antar umat beragama mulai berubah menjadi radikalisme hingga terorisme. Ketiga hal tersebut (intoleransi,radikalisme, dan terorisme) bisa dideteksi dan hasilnya menunjukkan dari 64 % intoleransi bisa menjadi radikalisme (sebesar 21 %) dan terorisme (15%).
“Semuanya beraswal dari sikap-sikap intoleransi yang akhirnya menjurus ke tindakan-tindakan radikal dan terorisme. Sehingga inklusivitas dalam kehidupan sosial dan agama sangat perlu untuk dibangun. Dengan cara ini akan mampu mencegah intoleransi antar umat beragama” ujar Yenny Wahid.
Rektor Unika Soegijapranata Semarang Prof Dr Ir Y Budi Widianarko MSc menyatakan konferensi ASEACCU diikuti sedikitnya 82 peserta inti dari 9 negara yaitu Filipina, Jepang, Korsel, Indonesia, Australia,Thailand, Taiwan, dan Kamboja. Ini belum termasuk pengamat, peninjau dan penggembira yang jumlahnya mencapai ratusan. Acara diisi konferensi dan students camp. Untuk students camp diikuti diisi service learning (semacam pengabdian masyarakat) di Kecamatan Kaloran Temanggung dan di Kota Semarang) setelah itu mereka membuat laporan dan disajikan dalam konferensi umum yang dihadiri mahasiswa beserta para pimpinan perguruan tinggi berbagai Negara tersebut.(Sgi)
sumber : krjogja.com
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi