Oleh: Dr Christin Wibhowo
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh para pendidik ialah “Bagaimanakah mendidik anak di zaman milenal ini?”Sebenarnya mendidik anak zaman dulu maupun zaman sekarang, pada dasarnya sama. Orangtua tetap harus berperan/a>, khususnya jika anak belum berusia 12 tahun. Pada saat anak berusia remaja maka peran guru menjadi lebih besar.
Anak-anak zaman sekarang, terutama yang lahir setelah tahun 2000, merupakan generasi yang terbiasa dengan teknologi digital yang serba multimedia. Mereka terbiasa melihat tampilan yang bergerak, penuhwarna, hidup, dan tentu saja bersuara. Dengan begitu, mereka akan mudah bosan dengan stimulus yang monoton. Oleh karena itu para pendidik harus bisa memberikan pengajaran yang multimedia.
Stimulus multimedia ini bisa dibantu dengan teknologi, seperti ruang kelas yang memadai agar anak bisa mendengar suara, video, dan tampilan multimedia lainnya untuk memudahkan anak memahami pelajaran. Walaupun demikian, peratatan secanggih apapun tidak ada gunanya karena sebenarnya multimedia yang paling penting justru berada dalam diri para guru itusendiri.
Untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami pelajaran, maka setiap guru harus menguasai seni presentasi yang ekspresif. Ekspresif bisa dilakukan jika sang guru menyampaikan materi selain dengan benar juga dengan melibatkan perasaan. Guru harus menyukai materi yang akan disampaikan sehingga penyampaiannya menjadi menarik.
Jika guru kurang menyukai materinya maka paling lambat semalam sebelumnya harus bisa menemukan sesuatu yang menari katau yang dapat dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari. Dengan demikian saat menyampaikan materi, para guru nampak ekspresif. Jangan sungkan jika ekspresi guru disampaikan dengan menyanyi (satu bait). Mahasiswa saja senang jika dosennya bercerita dan menyanyi, apalagi anak-anak sekolah.
Anak-anak milenialbukan tidak mau tantangan, namun bagi mereka kalau bisa dibuat mudah, mengapa harus dipersulit? Olehkarenanya, guru dituntut untuk dapat menyampaikan materi dengan runtut dan sederhana, sehingga mudah dipahami. Sudah bukan zamannya lagi seorang guru menggunakan bahasa yang berbelit-belit pada saat mengajarkan sesuatu yang ilmiah dan logis. Membuat mudah pada sesuatu yang sulit merupakan kemampuan yang menunjukkan kualitas seorang guru. Kuncinya adalah (lagi-lagiharus) menguasai materi.
Salah satu tantangan dari seorang pendidik di zaman industry 4.0 adalah menjaga integritas atau satunya hati,pikiran dan perilaku. Saat guru memasuki kelas dan berkenalan dengan pesertadidik, percayalah bahwa mereka segera mencari nama gurunya di media sosial, untuk melihat “siapa sebenarnya guruku”. Guru menjadi transparan di zaman ini.
Oleh karenanya, para pendidik harus menjaga perilaku dan semua postingannya di media sosial. Walau demikian para guru tidak perlu jaim (menjaga image). Boleh saja postingannya bertema personal namun tetap menampilkan kepribadian seorang pendidik.
Mengapa anak-anak milenial menggemari gadget? Salah satunya adalah karena fasilitas yang disediakan secara online, selalu seru dan banyak pilihan. Jika bosan dengan satu hal, mereka mudah untuk memilih yang lain. Seolah-olah semua yang mereka lakukan merupakan pilihan mereka.
Dengan dasar ini, maka para guru diharapkan untuk semakin cerdas dalam membuat pilihan-pilihan bagi peserta didik sehingga mereka merasa yang dilakukan adalah sesuai pilihannya. Misalnya saja dengan memberikan pilihan, tugas sekolah dikumpulkan melalui email atau berupa print-out. Apapun pilihan murid, tidak ada risikonya, bukan?
Ciri lain dari generasi ini yaitu serba cepat dan gercep (gerak cepat). Demikian juga para guru, diharapkan lincah, riang dan tidak malas bergerak dalam kelas.Komunikasi dengan peserta didik juga tidak perlu dilakukan dengan prosedur panjang yang berliku. Manfaatkan kemajuan teknologi untuk berkomunikasi. Di satu sisi, guru harus menjaga wibawa, namun di lain sisi harus mudah dihubungi dengan cepat.
Posting and sharing menjadi kegiatan yang sangat disukai anak-anak zaman digital ini. Mereka bangga jika kegiatan dan hasil karyanya bisa diposting di media sosial. BapakIbu Guru, silakan kirimkan hasil karya anak-anak ke media sosial. Atau bisa saja meminta mereka menayangkan hasil karya mereka yang terkait dengan mata pelajaran di media sosial mereka sendiri. Wah seru dan asyik sekali menjadi guru zaman milenial ini, bukan? Selamat, karena telah menjadi guru dan selamat memasuki tahun ajaran baru!
Dr Christin Wibhowo, Psikolog, Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang, Pembicara seminar parenting, keluarga, dan pernikahan
►https://jateng.tribunnews.com/2019/08/05/opini-dr-christin-wibhowo-menjadi-guru-bagi-anak-milenial, Tribun Jateng 5 Agustus 2019