Kelompok 30 KKN Adaptif Pandemika II Unika Soegijapranata menggelar webinar berkolaborasi Klaster Jamu Kota Semarang membahas topik "mengangkat jamu dan produk herbal menjadi lebih berkelas".
Webinar yang diselenggarakan melalui zoom tersebut, menghadirkan beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya. Mereka yaitu Donny Bayu Sanjoyo dari Youtap Indonesia.
Kemudian Dr V Kristina Ananingsih selaku Dosen Teknik Pangan Unika Soegijapranata, Yimmy Iskandar yang juga Dosen Entrepreneurship Unika Soegijapranata, dan Dr Chatarina Yekti P sebagai Kepala CSE Unika Soegijapranata.
Dalam paparannya, Donny Bayu Sanjoyo menjelaskan mengenai review terhadap produk jamu dan herbal tradisional supaya lebih dikenal, lebih diminati, lancar distribusinya, memiliki developt produk, memiliki insight pemasaran serta memiliki strategi marketing.
"Untuk produk yang sudah tersedia itu harus memiliki kriteria nyata yaitu produk harus bagus sesuai dengan segmentasi pasar, mempunyai kemasan menarik, dan mempunyai benefit yang bisa dirasakan oleh masyarakat yang mengkonsumsi," katanya, dalam rilis kepada Tribun Jateng, Selasa (8/12/2020).
Kemudian syarat lainnya, katanya, produk secara distribusi juga mudah ditemukan, mudah dijangkau, dan terbeli oleh masyarakat termasuk repeat ordernya baik melalui online maupun melalui marketplace.
Sedangkan dalam hal produk kekinian sesuai dengan pasar baik secara online maupun offline, maka produk tersebut harus juga kekinian baik secara developt maupun diversifikasi produk menyesuaikan kebutuhan konsumen.
"Dan yang pasti produk tersebut harus aman. Jadi sebuah produk harus available dan reliable, yaitu keberadaannya memang ada dan bisa digunakan serta dijangkau oleh masyarakat," tegasnya.
Adapun tips-tips marketing atas suatu produk, di antaranya adalah suatu produk diharapkan tetap terhubung dengan pelanggan melalui media sosial, baik itu media sosial facebook, instagram, dan youtube.
Sedangkan untuk mengedukasi dan mensosialisasikan produk kepada pelanggan atau masyarakat maka harus melakukan update produk secara berkala. Hal itu bisa dilakukan dalam bentuk produk-produk baru atau benefit-benefit baru.
"Selain itu hendaknya kita menyertakan alamat yang bisa diakses atau landing page. Selanjutnya juga perlu untuk komunikasi dua arah seperti misalnya dengan follower, apabila kita memang posting produk pada sosmed yang menggunakan sistem follower," jelasnya.
Kemudian yang terakhir adalah penggunaan applikasi digital untuk membantu dari sisi cashless payment dan promosi.
Sedangkan, Dr Kristina Ananingsih dalam paparannya menyampaikan, mengenai pengembangan produk jamu dan herbal. Menurutnya, jamu adalah warisan leluhur dan sudah digunakan selama ratusan tahun.
"Sedangkan khasiat dan keamanannya adalah berdasarkan pengalaman secara turun temurun," katanya.
Ia menambahkan, jamu juga bisa menjadi fitofarmaka atau bisa dibuktikan secara klinis sebagai obat, namun membutuhkan waktu yang lama yaitu bisa kurang lebih 20 tahun. Sedangkan untuk jamu sebagai herbal berstandar hanya membutuhkan waktu sekitar 1 hingga 3 tahun.
Bahan dasar jamu dan herbal bisa dari bermacam-macam, di antaranya yang berasal dari tanaman bisa dari daunnya, rimpangnya, batangnya, dan adapula dari biji dan buah.
Sedangkan untuk pengembangan produk, tidak hanya pada hasil olahannya saja tetapi juga bisa dilakukan pada tanaman segarnya, karena ada juga konsumen yang menginginkan tanaman segarnya. Dan olahan produk lainya juga bisa berupa minuman herbal, teh organik, dan bisa pula dalam bentuk kembang gula.
"Dengan demikian ada peluang besar untuk pemasaran tanaman herbal dan olahan tanaman herbal, baik dalam bentuk tanaman segar maupun makanan siap saji atau makanan olahan, terutama untuk menjaga kesehatan tubuh di masa pandemi ini," tandas Dr Kristina.
Menurut pembicara yang mengupas tentang entreprenuership di kalangan milenial, Yimmy Iskandar, lebih pada memberi beberapa solusi agar para milenial bisa tertarik dan minat terhadap jamu dan herbal.
"Para milenial ini tahu bahwa jamu itu sehat, namun yang tertanam dalam benaknya adalah rasa pahit. Sedangkan para milenial ini lebih suka minuman yang bercita rasa manis. Maka perlu ada perubahan paradigma (brainwash) melalui tagline atau slogan, influencer dan iklan, disamping perlunya pendekatan inovatif produk supaya disukai milenial," papar Yimmy.
Sedang Dr Chatarina Yekti sebagai Ketua CSE Unika, dalam webinar ini juga menyampaikan dukungannya dengan kerjasama antara pandemika II dengan kelompok 30 dan klaster jamu yang menjadi mitra binaan.
"Kami dari CSE memiliki beberapa fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh klaster jamu, diantaranya adalah toko offline, e-market place yang dibuat khusus untuk produk mahasiswa Unika dan mitra binaan Unika, expo besar dan pasar murah," tuturnya.
Ia memperbolehkan siapapun yang ingin berpartisipasi dalam setiap fasilitas yang dimiliki, sehingga kemitraan akan berlanjut terus tidak hanya dalam pandemika saja tetapi bisa turut membantu supaya jamu dan herbal bisa menjadi produk yang berkelas.