Oleh: Rudy Heryadi, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Sebagian masyarakat umum berpendapat bahwa planet bumi sedang terancam dan ancaman yang datang diakibatkan oleh perubahan iklim sebagai hasil dari pemanfaatan energi. Pemenuhan terhadap kebutuhan energi yang terus meningkat memberikan dampak negatif berupa peningkatan emisi gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global dan bermuara pada berbagai bencana seperti perubahan iklim, banjir, kekeringan dan situasi ekstrim lainnya. Di lain pihak, masyarakat dunia termasuk Indonesia telah bersepakat guna menahan laju pemanasan global seperti tertuang dalam Paris Agreement. Untuk mengurangi dan meminimalisir dampak negatif dari peningkatan emisi gas rumah kaca , penggunaan energi harus mampu untuk melakukan perlindungan terhadap lingkungan dari kerusakan.
Pemanfaatan energi yang melindungi lingkungan dapat dilakukan dengan memanfaatkan beberapa sumber energi alternatif yang berasal dari sumber energi terbarukan. Salah satu jenis energi terbarukan yang tersedia melimpah di Kalimantan Tengah adalah energi terbarukan dari biomassa. Biomassa merupakan sumber bahan bakar yang bersifat karbon netral atau bahan bakar yang tidak memiliki jejak karbon. Ketersediaan biomassa baik yang merupakan limbah maupun yang berasal dari tanaman bioenergi yang melimpah merupakan faktor utama yang membuat jenis sumber energi terbarukan ini sangat cocok dimanfaatkan di Kalimantan Tengah. Jenis – jenis biomassa yang dapat dikembangkan di Kalimantan Tengah mulai dari limbah pabrik kelapa sawit baik cair maupun padat, limbah perkebunan karet, dan jenis tanaman bioenergi seperti akasia, ekaliptus, kaliandra, nyamplung, sagu, tebu, ubi jalar, sorghum, kayu-kayuan dan kemiri sunan, yang semuanya dapat ditanam pada lahan terdegradasi dan lahan bekas pertambangan.
Strategi dalam pemanfaatan biomassa untuk bahan bakar di sektor rumah tangga dapat dilakukan melalui pengenalan dan penerapan kompor biomassa, dan biodigester untuk menghasilkan biogas. Biomassa kering melalui proses gasifikasi dimanfaatkan untuk kompor masak yang didesain untuk satu rumah tangga, sementara biomassa basah melalui biodigester diperuntukkan untuk keperluan rumah tangga secara kolektif. Hambatan dalam penggunaan biomassa secara langsung adalah terbiasanya masyarakat pada saat ini menggunakan LPG karena lebih praktis dalam penggunaan dan lebih murah akibat adanya subsidi. Strategi lebih lanjut yang perlu dipertimbangkan adalah melalui proses konversi biomassa menjadi DME (Dimethyl Ether) yang mempunyai karakteristik mirip dengan LPG. Dengan menggunakan DME yang berasal dari biomassa sebagai pengganti ataupun campuran LPG, sisi kepraktisan dan keekonomian dari penggunaan LPG dapat terus dinikmati oleh masyarakat dan emisi gas rumah kaca (GRK) akibat pembakaran LPG sebagai bahan bakar fosil dapat dikurangi, dan secara tidak langsung perlindungan lingkungan sudah dilakukan pada saat energi digunakan.
Pada sektor transportasi, biomassa dapat dikonversi menjadi beberapa jenis biofuel seperti bioetanol, biodiesel, dan dan bio-DME. Konversi biomassa menjadi biofuel seperti bioetanol untuk menggantikan bensin, biodiesel untuk menggantikan solar, dan konversi biomassa menjadi bio-DME yang juga berpotensi untuk menggantikan solar di sektor transportasi karena walaupun karakteristik dan wujud DME mirip dengan LPG, tetapi dalam perbandingannya dengan solar, angka cetane DME cukup tinggi yaitu dikisaran 55 sampai 60, sementara solar konvensional memiliki angka cetane pada kisaran 40 sampai 55. Sejak tahun 2006 melalui Inpres no. 1 tahun 2006 pemerintah membuat strategi dalam pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar dengan mendirikan tim Pengembangan Biofuel Nasional (TimNas BBN) yang fokus pada pengembangan strategi untuk suplai dan penggunaan biofuel. Strategi suplai pemerintah Indonesia adalah fokus pada pemanfaatan potensi biofuel lokal. Partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah juga ditingkatkan oleh pemerintah melalui pengembangan Desa Mandiri Energi (DME). Dengan menggunakan biomassa yang menjadi bioetanol seperti tebu, jagung, dan berbagai macam jenis biomass lainnya, emisi GRK di-atmosfer dapat dikurangi secara signifikan. Sebagai ilustrasi dari National Green House Account Australia, satu liter etanol dapat mengurangi GRK sampai dengan 99%, dan menurut Environmental Protection Agency Amerika Serikat, estimasi pengurangan GRK dengan etanol berbasis selulosa adalah 90,9%
Potensi biomassa untuk membangkitkan listrik di Kalimantan Tengah berdasarkan laporan Institute for Essential Services Reform (IESR ) mengenai laporan status energi bersih Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 1499 MW dan belum ada pemanfaatan dari potensi yang ada. Strategi yang dapat diterapkan dalam memanfaatkan biomassa untuk pembangkitan listrik di Kalimantan tengah adalah dengan membangun pembangkit tenaga listrik skala kecil dan tersebar, serta skala menengah. Pembangkit tenaga listrik yang tersebar adalah untuk menggantikan pembangkit berbahan bakar solar milik PLN yang banyak tersebar di daerah Kalimantan Tengah. Teknologi konversi yang dapat digunakan adalah teknologi gasifikasi, pembakaran langsung di Boiler, dan combined heat and power(CHP). Dengan menggunakan pembangkit listrik terdesentralisasi atau tersebar berbahan bakar biomassa, terutama untuk daerah – daerah yang terpencil atau akses yang sulit dijangkau di Kalimantan Tengah, target rasio elektrifikasi Kalimantan Tengah pada tahun 2021 diharapkan dapat tercapai atau setidaknya mendekati target tersebut. Insentif maupun dukungan pendanaan baik dari pemerintah maupun swasta sangat diperlukan untuk terwujudnya penggunaan biomassa sebagai bahan bakar untuk pembangkitan listrik di Kalimantan Tengah.
Dengan memanfaatkan biomassa sebagai sumber energi di Kalimantan Tengah maka lingkungan dapat terlindungi, terutama dari kerusakan lebih lanjut akibat efek pemanasan global yang diakibatkan akumulasi GRK dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Akibat lainnya dengan memanfaatkan biomassa sebagai sumber energi di Kalimantan Tengah diharapkan juga konsumsi LPG dan bahan bakar minyak dapat dikurangi yang pada akhirnya mengurangi beban subsidi dan impor pemerintah, serta rasio elektrifikasi Kalimantan Tengah sebesar 100% dapat tercapai lebih cepat.
►https://www.baritorayapost.com/2020/12/pemanfaatan-biomassa-sebagai-energi.html