Pertunjukkan wayang orang merupakan warisan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan. Demikian juga yang ditampilkan kelompok Wayang Orang (WO) Ngesti Pandawa. Berbicara kelompok WO Ngesti Pandawa, tidak lepas dari perkembangan sejarah Kota Semarang dan identik dengan Ibukota Jawa Tengah ini.
Ketua tim peneliti Unika Soegijapranata, Prof Dr Ridwan Sanjaya, yang melakukan penelitian terhadap kelangsungan pertunjukkan WO Ngesti Pandawa menemukan beberapa persoalan dan sekaligus memberikan solusi, selama melakukan penelitian terhadap budaya Jawa tersebut. “Untuk menjaga kelangsungan pertunjukan WO Ngesti Pandawa, perlu dikenalkan kepada generasi muda. Agar mereka tahu, menonton dan ikut melestarikan budaya leluhur yang luar biasa,” kata Prof Dr Ridwan Sanjaya, saat diskusi panel Masa Depan Wayang Orang di Gedung Mikael Kampus Unika Soegijapranata, Selasa (19/12).
Tetapi anak-anak muda generasi milenial, alpha atau centenial ternyata bukannya tidak suka pada pertunjukkan WO seperti yang ditampilkan kelompok Ngesti Pandawa. Mereka, sambungnya, lebih sekadar tidak tahu adanya pertunjukkan semacam itu di Kota Semarang. “Dari responden yang ditanya, 50 persen menyatakan ketertarikan kepada pertunjukkan WO Ngesti Pandawa. Lalu 37 persen menyatakan paham pada cerita yang ditampilkan, 30 persen kadang-kadang paham dan 23 persen menyatakan tidak paham,” tuturnya.
Ketika ditanya pentingnya media sosial, 70 persen anak muda menyatakan sangat penting keberadaan media sosial sebagai media sosialisasi. Lalu 23 persen menyatakan penting dan hanya empat persen menyatakan tidak penting.
Responden merupakan mahasiswa Unika Soegijapranata dari dua angkatan. “Dari hasil itu, kami membuatkan website, instagram, facebook, twitter, youtube dan aplikasi android, beserta isi kontennya. Kami juga memasukkan dalam wikipedia, Google Map, tripadvisor dan tiket.com,” tambah pria yang juga menjabat sebagai Rektor Unika Soegijapranata itu.
Selain itu, pihaknya juga mengembangkan cara transaksi pembelian tiket pertunjukan yang sebelumnya hanya bisa dilayani tunai pada saat hari pertunjukan, kini bisa dilayani melalui online. Ini dilakukan setelah melihat ada 47 persen responden menyatakan sangat butuh dan 17 persen dibutuhkan transaksi melalui online. “Transaksi online bisa melalui paypal, tiket.com dan finpay,” tambahnya.
Tim penelti juga memberi usulan kepada pengelola Pertunjukkan WO Ngesti Pandawa untuk menambah layar berisi substitle cerita yang sedang ditampilkan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
Sementara anggota tim peneliti, Ir Tjahjono Rahardjo membeberkan, hasil studinya di Thailand dengan menonton pertunjukan yang hampir serupa dengan pertunjukan WO Ngesti Pandawa. Pertunjukan yang ditonton dan diambil datanya, merupakan dua pertunjukan populer di Bangkok. “Pertunjukkan pertama di Siam Niramit di mana pertunjukannya sangat modern, karena diprakarsai seorang mantan artis, penontonnya rata-rata adalah wisatawan mancanegara dan memiliki fasilitas parkir dan wisata selain pertunjukkan lainnya,” tutur pria yang juga sebagai penggerak kebudayaan di Kota Semarang.
Satu lainnya adalah pertunjukkan di Khon Sala Chalermkrung yang lebih tradisional dan ditonton oleh rata-rata penduduk Thailand. Fasilitas di luar pertunjukan, tempat parkir, atau restauran tidak sebesar seperti di Siam Niramit.
Diskusi panel juga dihadiri oleh Direktur Fasilitasi TIK Bekraf, Muhammad Neil El Hilman, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Parekraf Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah, Trenggono, dan Pengelola Ngesti Pandawa sekaligus Dosen FIB Undip, Dr Dhanang Respati Puguh.
(►http://www.suaramerdeka.com)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah