Kabid Pengembangan SDM dan Parekraf Dinas Kepemudaan, Olah Raga, dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Jawa Tengah Trenggono mengharapkan wayang orang Ngesti Pandawa yang secara rutin manggung tiap Sabtu pukul 20.00 di Gedung Ki Narto Sabdo Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Jalan Sriwijaya Kota Semarang tak sekadar menjadi tontonan.
Hal itu disampaikannya saat memperoleh kesempatan untuk berdiskusi dalam diskusi panel bertajuk Masa Depan Wayang Orang di Indonesia yang digelar di Gedung Mikael Lantai 4 Kampus Unika Soegijapranata Jalan Pawiyatan Luhur IV Nomor 1 Bendan Dhuwun Kecamatan Banyumanik Kota Semarang, Selasa (19/12/2017) siang.
Dia mengutarakan, Ngesti Pandawa adalah destinasi. Yang secara langsung maupun tidak langsung, tak akan terlepas dari unsur 3A. Yakni atraksi, aksesbilitas, dan amenitas. Untuk Ngesti Pandawa, menurutnya tidak lagi ada masalah pada atraksi dan aksesbilitasnya.
“Tetapi yang menjadi pekerjaan dan perlu ditata kembali adalah pada hal amenitasnya. Bagaimana agar saat ada pertunjukan wayang orang Ngesti Pandawa, pengunjung bisa berlama-lama (kerasan) di sana,” tutur Trenggono kepada Tribunjateng.com, Selasa (19/12/2017).
Dan pihaknya pun berkeyakinan apabila Ngesti Pandawa masih bisa ditata dan diintegrasikan kembali, sehingga bisa lebih menarik. Bagaimanapun dan perlu diamini bersama, Ngesti Pandawa sudah menjadi brandingnya seni-budaya di Kota Semarang.
“Bukan sekadar branding tetapi juga sarana membangun destinasi suatu kawasan. Tidak sekadar untuk rekreasi, tetapi adalah laboratorium hidup yang bernilai seni atau budaya. Ini juga mengandung makna konservasi,” tandasnya.
Bagaimana mempertahankan jati diri bangsa, lanjutnya, lalu edukasi dan bagi orang Jawa juga bernilai spiritual. Sehingga diharapkan Ngesti Pandawa tak sekadar tontonan pertunjukan seni-budaya di Kota Semarang, tetapi juga menjadi bagian dari tuntunan serta tatanan.
“Intinya ada banyak hal yang bisa dipelajari di sana. Banyak sekali tontonan yang jadi kompetitor Ngesti Pandawa. Itu menjadi tantangan ke depan agar bisa bertahan. Untuk semua itu, tentu harus bareng-bareng dalam melaksanakannya. Baik melalui riset dan tindaklanjut nyata,” jelas Trenggono.
Dia menambahkan, setelah akademisi bergerak atau dalam hal ini Unika Soegijapranata Semarang melalui hasil riset atau penelitiannya itu, kini tinggal di bagian bisnisnya untuk memasarkan, menjual, serta menawarkan adanya destinasi tersebut.
“Kami di pemerintah pun akan selalu bersama-sama menatanya. Yang secara tidak langsung pula butuh dukungan atau support pula dari berbagai pihak, tak terkecuali Pemerintah Kota Semarang, travel agent, hingga pegiat seni-budaya di kota ini,” tuturnya.