Sejak 2019 lalu, Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) telah menerbitkan IAPS 4.0 sebagai instrumen untuk mengukur klasifikasi perguruan tinggi. Tetapi, BAN-PT hanya menerbitkan peringkat akreditasi di tingkat perguruan tinggi. Saat ini, pemeringkatan program studi di universitas dipegang oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM).
Dalam instrumen ini, ada 9 kriteria yang dijadikan BAN-PT sebagai indikator. 9 kristeria tersebut antara lain: 1. visi, misi, tujuan dan sasaran; 2. tata pamong, tata kelola dan kerja sama; 3. mahasiswa; 4. sumber daya manusia; 5. keuangan, sarana, dan prasarana; 6. pendidikan; 7. penelitian; 8. pengabdian kepada masyarakat, dan; 9. luaran dan capaian tridharma.
Peringkat akreditasi yang sebelumnya A, B, dan C juga berubah menjadi Unggul, Baik Sekali, dan Baik.
Peningkatan Standar Kualitas Perguruan Tinggi
Kepala Lembaga Penjamin Mutu (LPM) Soegijapranata Catholic University (SCU) atau Unika Soegijapranata, Dr A. Joko Purwoko menilai perubahan ini sebagai upaya meningkatkan budaya mutu di lingkungan kampus. “Itu bagus, karena kita seharusnya dihidupi budaya mutu. Baik dalam pembelajaran, perkuliahan, penelitian. Harus ada standarnya, enggak abal-abal,” tambahnya.
Lewat perubahan instrumen, perguruan tinggi juga dituntut untuk meningkatkan standar kualitasnya. “Otomatis karena kriterianya lebih ketat dan lebih berat,” tegasnya. Walaupun menurutnya, ada atau tidaknya akreditasi seharusnya tidak menghalangi universitas dalam melakukan penjaminan mutu.
Langkah Perguruan Tinggi Meningkatkan Kualitas
Dr Joko menjelaskan adanya Sistem Penjaminan Mutu (SPM) dalam meningkatkan kualitas standar perguruan tinggi. Siklus SPM sendiri dimulai dari penetapan standar, pelaksanaan, hingga evaluasi. Salah satu bentuk evaluasi adalah pelaksanaan audit.
Dalam kegiatan Penyamaan Persepsi Auditor Asesmen Kecukupan (Desk Evaluation – AMI), LPM SCU menyelenggarakan audit evaluasi. Kegiatan ini diselenggarakan pada Jumat (4/8) di Gedung Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU, Bendan. Sebagai bentuk menghidupi budaya mutu, kegiatan ini rutin diselenggarakan dua kali tiap tahunnya. “Ini kita lakukan audit. Nah nanti di cek lagi di lapangan. Apakah dilaksanakan atau jangan-jangan cuma dokumen asal saja,” tegasnya.
Dalam penjaminan mutu, Dr Joko menganggap pentingnya perguruan tinggi meningkatkan riset, khususnya dalam pengabdian masyarakat. Bukan hanya dosen, melainkan juga mahasiswa. “Kalau kita perbanyak (publikasi), itu nilainya bertambah. Apalagi yang internasional (jurnal),” tegasnya. Mengingat saat ini titik berat penilaian akreditasi ada pada proses pembelajaran dan output universitas.
Peran LPM SCU
“Kita bertugas mengganjal dan mendorong (kualitas). Lewat audit-audit seperti ini, jangan sampai turun,” jelasnya terkait tugas LPM. LPM juga turut menyelenggarakan berbagai workshop guna memberikan pemahaman kepada civitas akademika. Selain itu, LPM juga menerbitkan e-bulletin Jaminan Mutu Soegijapranata (Jamus) tiap tiga bulan sekali.
“Kita mengajak semua pihak untuk menghidupi budaya mutu. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat,” tambahnya. [Humas SCU/Hil]