Korupsi semakin lama seakan telah mengakar menjadi budaya yang tidak bisa lepas dari Indonesia. Baru-baru ini, publik dibuat geram setelah suami Sandra Dewi, Harvey Moeis disebut terlibat dalam kasus megakorupsi PT Tambang Timah.
Selain Harvey, saat ini penegak hukum telah menetapkan 15 tersangka lainnya. Walau begitu, tidak menutup kemungkinan banyak nama lainnya akan ikut terseret.
Tidak sedikit akademisi serta praktisi hukum yang ikut menyoroti kasus ini. Pemilik Kantor Konsultan Hukum dan Kekayaan Intelektual Leo and Partners, Lapon Tukan Leonard menilai tidak selektifnya pengambilan perkara menurutnya seakan menjadi PR besar terhadap proses hukum yang menjerat Harvey dan para tersangka lainnya.
“Pasti ada korupsinya, tapi apakah nilai Rp 271 Trilliun itu masuk semua ke tindak pidana korupsi? Ternyata ada juga di tindak pidana lingkungan. Kalau di pengadilan menolak, negara jadi rugi,” tegasnya.
Pernyataan tersebut didukung dosen Program Studi Ilmu Hukum Soegijapranata Catholic University (SCU), Emanuel Boputra, MH. Emanuel menuturkan perbedaan persepsi tentang makna kerugian negara sendiri banyak ditemui di kalangan penegak hukum.
Baik Leonard maupun Emanuel sama-sama menyayangkan penghitungan nilai kerugian negara seolah diabaikan dalam kasus ini.
“Kalau memang itu kerugian riil ya, maka tidak boleh dicampur adukkan dengan yang lain. Jangan sampai yang seharusnya menggunakan undang-undang korupsi tapi menggunakan undang-undang yang lain,” ujar Emanuel.
Mereka juga heran penghitungan nilai kerugian tersebut dilakukan bukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). “Potensi biasnya besar, itu tidak bisa kita hindari. Maka dari itu, penghitungan ganti ruginya harus terukur dan tidak boleh sembarangan,” jelas Emanuel.
Sejalan dengan itu, Leonard menilai ditetapkannya 16 tersangka kasus megakorupsi PT Tambang Timah dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. “Karena penghitungan kerugiannya tidak dilakukan oleh lembaga resmi negara,” lanjutnya.
Menakar Makna ‘Kerugian Negara’ dalam Kasus Megakorupsi PT Tambang Timah
Hal tersebut disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) “Menakar Makna ‘Kerugian Negara’ dalam Kasus Megakorupsi PT Tambang Timah.” Kegiatan ini diselenggarakan Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) SCU bersama Komunite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) dan Kantor Konsultan Hukum dan Kekayaan Intelektual Leo and Partners.
Forum tersebut mewadahi sejumlah akademisi dan praktisi hukum guna menyatukan persepsi dalam menyoroti kasus megakorupsi PT Tambang Timah. Mereka berkumpul di Hotel Grand Candi Semarang pada 15 Mei 2024.
Hasil diskusi ini diharapkan menjadi masukan konstruktif bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Hal tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya pemberatasan korupsi dengan strategi yang lebih efektif, termasuk pendekatan preventif, investigatif, dan edukatif.