Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) Soegijapranata Catholic University (SCU), Drs. Gregorius Goran Lewoleba, M.Si menemukan bahwa salah satu penyebab utama kegagalan program konservasi lingkungan adalah degradasi kepemimpinan lingkungan.
Kesimpulan tersebut berasal dari penelitian yang dilakukannya di Kecamatan Amarasi, Timor Barat, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tingkat keberhasilan program reboisasi dan penghijauan di daerah tersebut masing-masing hanya menyentuh angka 30% dan 25%.
Temuan tersebut menjadi salah satu poin kritis dalam disertasinya “Konstruksi Kepemimpinan Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal dalam Konservasi Sumber Daya Alam pada Sistem Mamar.” Disertasi tersebut dipaparkannya saat menjadi Promovendus dalam Sidang Terbuka diselenggarakan PDIL SCU di Theater Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan pada 23 Agustus 2024.
Bersamaan dengan temuan tersebut, Goran menemukan adanya sistem agroforestri tradisional telah dipraktikkan masyarakat Timor Barat sejak abad ke-17. Sistem ini menggabungkan pengelolaan lahan dengan upaya konservasi sumber daya alam, khususnya tanah, air, dan tumbuhan. Disebut dengan “Mamar,” sistem ini bisa menjadi solusi keberlanjutan program konservasi lingkungan.
“Meskipun tidak dirancang khusus untuk konservasi, sistem Mamar telah terbukti efektif dalam melestarikan sumber daya alam secara turun-temurun melalui kepemimpinan tradisional,” ungkap Goran.
Lebih lanjut, Gregorius menjelaskan bahwa sistem Mamar dikendalikan oleh struktur kepemimpinan lokal, seperti Raja Amarasi atau Uis Pah, serta penjaga Mamar yang disebut Mataf. Menurutnya, sistem ini mengadaptasi kepemimpinan berkelanjutan berbasis kearifan lokal yang mengedepankan ciri, gaya, keterampilan serta pengetahuan.
“Penerapan kepemimpinan berbasis kearifan lokal ini menjadi model yang bisa diadopsi untuk praktek konservasi lingkungan di wilayah lain,” tambahnya.
Sistem Mamar pun tersusun dari beberapa elemen penting, di antaranya: 1) lahan atau tanah sebagai area dibentuknya sistem Mamar; 2) sumber mata air sebagai cikal bakal dibentuknya sistem Mamar; serta 3) tanaman utama yang menjadi ciri khas sistem Mamar.
Adapun tanaman khas tersebut di antaranya sirih, pinang, dan kelapa. Selain itu juga termasuk perkebunan, seperti kopi, kakao, dan vanili, serta tanaman obat-obatan, tanaman bumbu dapur, dan pakan ternak. Ada juga tanaman buah-buahan, seperti rambutan, kelengkeng, nangka, dan mangga. Demikian juga, ada ternak sapi, kambing dan babi, serta budidaya perikanan.
Basis praktik kearifan lokal dalam sistem agroforestri inilah yang membedakan dengan sistem serupa lainnya di daerah lainnya di Indonesia.
“Penelitian ini dapat memberikan kontribusi signifikan bagi upaya konservasi di Timor Barat dan wilayah lain di Indonesia,” harap Goran.
