Tidur adalah bagian penting dari rutinitas sehari-hari manusia dan sama pentingnya untuk bertahan hidup seperti makanan dan air. Tidur yang cukup dibutuhkan oleh manusia agar tubuh dapat memperbaiki dan melengkapi komponen seluler yang diperlukan untuk fungsi biologis yang terkuras setelah sepanjang hari terjaga. Guna memenuhi kebutuhan tidur, maka praktik sleep hygiene atau pola tidur sehat, seperti tidak menggunakan media elektronik berbasis layar 2 jam sebelum tidur harus dibiasakan.
Secara fisiologis, tidur diatur oleh mekanisme dua proses yaitu interaksi proses homeostasis tidur dan bangun (Proses S) yang dikontrol oleh pacemaker sirkadian (Proses C). Proses C diatur oleh Suprachiasmatic Nucleus (SCN) yang terletak di dalam hipotalamus anterior. Cahaya yang masuk ke mata melalui retina dan ditransmisikan oleh sel ganglion retina fotosensitif intrinsik (ipRGC), kemudian diteruskan melalui saluran hipotalamus retina nonvisual ke SCN. Lalu, SCN mengatur proses sirkadian tubuh, seperti tidur. Neuron ipRGC sangat sensitif terhadap isyarat cahaya, terutama cahaya dengan short wavelength blue light (460- 480 nm) yang terdapat dalam media elektronik berbasis layar, sehingga menekan biosintesis melatonin pada malam hari sebagai akibatnya maka onset tidur tertunda dan ritme sirkadian terganggu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan tim, ditemukan bahwa mahasiswa mengeluhkan gangguan tidur yang mereka alami. Mahasiswa melaporkan keluhan seperti kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, terjaga saat dini hari, kualitas tidur yang buruk, dan kantuk di pagi hari relatif tinggi pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan instrumen Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kuesioner Screen Time untuk mengukur asosiasi durasi penggunaan media elektronik berbasis layar dengan kualitas tidur mahasiswa kedokteran Unika Soegijapranata.
Dari 104 mahasiswa yang mengikuti survei pada bulan Oktober-Desember 2022 lalu, sebesar 70,2 persen mahasiswa mengalami kualitas tidur buruk. Angka ini lebih tinggi dari data global yaitu sekitar 38,2-63,9 persen. Keluhan kualitas tidur buruk ada keterkaitannya dengan durasi penggunaan media elektronik berbasis layar secara terus menerus dalam waktu lama. Padahal penggunaan media elektronik berbasis layar di malam hari (screen time) dapat menunda onset tidur dan ritme sirkadian melalui penekanan sekresi melatonin. Screen time juga dapat meningkatkan perhatian, kesadaran dan mood yang menyebabkan seseorang kesulitan untuk tertidur.
Meskipun penelitian hanya menyajikan data data dasar (baseline data), tetapi bisa memberikan rekomendasi awal akan pentingnya literasi mahasiswa tentang sleep hygiene. Hal ini penting untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa sehingga terhindar dari paparan penggunaan media elektronik berbasis layar yang berlebihan dan kualitas tidur yang buruk melalui praktik sleep hygiene.
Apakah kamu juga salah satu orang yang mengalami gangguan kualitas tidur? Yuk kita terapkan praktik sleep hygiene!
[Clarissa Sudirman/Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata]