Negara Indonesia mempunyai banyak penyebutan bagi para pahlawan. Diantaranya yaitu Pahlawan Nasional, Pahlawan Revolusi, Pahlawan Emansipasi, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Pahlawan Devisa, Pahlawan olahraga, dan Pahlawan Diplomasi.
Unika Soegijapranata atau Soegijapranata Catholic University (SCU) adalah salah satu universitas swasta yang menggunakan nama tokoh pahlawan Indonesia yakni Mgr. Albertus Soegijapranata.
Mgr. Albertus Soegijapranata atau Soegija merupakan Uskup Agung Pribumi yang pertama di Indonesia, ditahbiskan pada tahun 1940. Selain itu, ia dikenal juga dengan pendiriannya yang pro-nasionalis “100% Indonesia 100% Katolik”.
Diplomasi Soegija untuk Kemerdekaan RI
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, rupanya perjuangan bangsa ini belum usai. Lantas, perjuangan yang dilakukan Indonesia selanjutnya adalah berjuang untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari beberapa negara dunia.
Kala itu, Belanda kembali menyerang Indonesia meskipun Ir. Soekarno sudah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Belanda melakukan aksi terornya di berbagai wilayah Indonesia seperti Surabaya, Bandung, Ambarawa, Semarang, Medan, hingga Jakarta sebagai ibu kota tak luput diserang.
Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Soegija berperan besar dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada semasa perang, Soegija kerap menuliskan keprihatinannya terkait peristiwa-peristiwa perang yang terjadi di Indonesia. Melalui tulisan-tulisannya dan gagasannya ketika wawancara dengan media dalam dan asing akhirnya mendapatkan respon yang positif.
Selain itu, di tengah tekanan yang dihadapi Indonesia saat itu. Vatikan menjadi entitas politik pertama di Eropa yang mengaku bahwa Indonesia sebagai negara yang merdeka. Tentu hal ini berkat diplomasi yang dilakukan Soegija pada 18 Januari 1947.
Dalam diplomasinya yang dikirimkan ke Paus di Vatikan, Soegija menyampaikan kekejaman tentara Belanda di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Walhasil, Vatikan memberikan pengakuan kemerdekaan pada Indonesia pada 6 Juli 1947. Sekaligus, Vatikan menggerakan hati umat Katolik di seluruh dunia untuk melakukan hal yang sama serta berdampak pula ke masyarakat internasional.
Baca juga : Meneladani Nilai Mgr. Soegijapranata: Religiusitas, Pancasila, dan Kewarganegaraan
Melawan Komunis
Salah satu pergerakan yang menarik perhatian dilakukan Soegija adalah membentuk suatu organisasi dengan tujuan agar Pancasila sungguh-sungguh dihidupi oleh rakyat. Organisasi tersebut meliputi dari Ikatan Petani Pancasila, Ikatan Buruh Pancasila, Ikatan Nelayan Pancasila, dan sebagainya.
Namun, pembentukan organisasi ini sebetulnya mempunyai misi tersendiri yaitu untuk melawan perkembangan kekuatan yang mengancam Pancasila, atau sebut saja komunis. Singkatnya, Soegija berkeyakinan melalui kelompok-kelompok yang terbentuk ini semua agama dan kepercayaan dapat saling bertemu serta saling menerima atau menghargai satu sama lain.
Kemudian, adanya organisasi-organisasi kaum marjinal seperti buruh, petani, dan nelayan merupakan sarana untuk perbaikan ekonomi pula. Dalam organisasi tersebut yang berisikan orang-orang dengan latar belakang berbeda ini akan dibantu pemberdayaan perekonomiannya. Pada dasarnya menuju untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dari cara tersebut dapat dilihat bahwa Soegija adalah orang yang terbilang nasionalis. Orang yang mementingkan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok tertentu atau golongan Katolik. Bila disimpulkan, ia merupakan seseorang yang pluralis sejati.
Keluarga: Tempat Latihan dan Mempersiapkan Warga Negara
Soegija pernah menyampaikan untuk melatih dan mempersiapkan anak-anak bangsa dalam keluarga dengan mendidik mereka secara Katolik dan nasional.
Dalam nasihatnya di Surat Gembala Prapaskah (6 Februari 1956): “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang terhormat, didiklah anak-anakmu secara Katolik dan nasional, supaya mereka itu terus maju dalam lapangan rohani dan jasmani dengan mengindahkan agama dan kebangsaannya, siap untuk meluluskan tugas sebagai rohaniwan atau awam yang boleh dipercaya”.
Menurut Soegija, semangat cinta tanah air ini dapat dimulai dari pendidikan di keluarga. Maka dalam Surat Gembala, Mgr. Soegijapranata menegaskan perhatian kesatuan antara kebangsaan dan ke-Katolikan-an, memberi perhatian yang sama kepada bangsa dan agama. Keagamaan dan kebangsaan bukan dikotomi yang harus dipilih salah satu, melainkan harus ada bersama-sama dalam kesatuan manusia Indonesia yang beragama.
Oleh karena itu, melalui jasa-jasanya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1963.
Selamat Hari Pahlawan!
[Humas Soegijapranata/Dim]