Salah satu tim Kedaireka Unika Soegijapranata atau Soegijapranata Catholic University (SCU) meluncurkan start up dan sistem supply chain perhutanan sosial. Pada tim ini secara khusus membantu kesejahteraan kelompok tani hutan. Acara berlangsung di Hotel Aruss Semarang, pada (5/12).
Dalam acara ini nantinya akan ada diskusi dari berbagai pihak yang terlibat:
- Prof. Dr. Ir. San. Afri Awang, M.Sc. (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM)
- Robertus Setiawan Aji N, ST, MComIT., Ph.D. (Dosen Unika Soegijapranata)
- Ono Surono, S.T. (Anggota DPR Komisi IV)
- Noer Fauzi Rachman, PhD. (Pakar Agraria dan Tata Ruang)
- Silverius Oscar Unggul, MM Sust. (KADIN Indonesia)
Ketua tim Kedareka, B. Linggar Yekti Nugraheni SE., MCom., Akt., PhD., CA., menyampaikan bila dalam program ini bersinggungan langsung dengan GEMA PS (Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial) Indonesia. Selain itu, berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Koperasi Pertanian, Kementeriann Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Universitas Gajah Mada (UGM).
GEMA PS merupakan anggota tim percepatan penyelesaian konflik agraira dan penguatan kebijakan reforma agraira berdasarkan keputusan Kepala Staf Kepresidenan RI nomor 1B/T tahun 2001. Lalu, juga mengadvokasi mengenai penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.
Linggar panggilannya, menjelaskan yang menjadi salah satu masalah dari tentang perhutanan sosial adalah proses ditribusi yang panjang dan terkadang melibatkan tengkulak. Jadi, dengan program ini akan memotong proses ditribusi tersebut.
“Sistem Supply Chain yang dikembangkan Unika Soegijapranata akan terintegrasi dengan laporan keuangan. Sehingga sistem itu, mendukung berjalannya start up untuk membuat unit bisnis yang dikembangkan secara transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Sistem yang terbentuk berbasis web tersebut akan membantu GEMA PS dalam pengelolaan produksi, proses rantai pasokan logistik, pelaporan keuangan, distribusi, pemasaran, dan penjualan produk petani. Maka sistem teknologi yang ditawarkan seperti teknologi tata kelola produksi dan pemasaran, alur logistik, pelaporan keuangan, dan Point of Sale (POS). Ringkasnya, adanya start up ini membantu untuk meningkatkan komersialisasi, ekspansi, kapasitas, sekaligus kesejahteraan petani hutan sosial.
Aji, anggota tim, menyatakan fungsi dari sistem ini juga bisa untuk monitoring. “Misalnya seperti, apakah masyarakat itu memanfaatkan lahan hutan itu dengan benar atau tidak. Karena dalam perjanjian dan perizinan itu memang hanya dimanfaatkan untuk produksi dan sebagainya. Jadi, tidak bisa dipakai yang lain-lainnya Sehingga kita bisa melihat kesesuaian dan monitoring itu semua,” tuturnya.
“Kira-kira gambaran sistemnya begitu. Artinya, semua anggota itu bisa tahu atau transparan uang yang diterima berapa, dikeluarkan berapa, kemudian potensinya berapa, itu semua bisa dilihat oleh anggota,” tambahnya.
[Humas Unika Soegijapranata/Dim]