Akhir-akhir ini banyak dibicarakan perihal peran keluarga dalam pendidikan anak yang menjadi tempat awal bagi anak untuk mendapatkan pendidikan sebelum nantinya menjalani pendidikan di tempat lainnya. Sehingga remaja juga bisa mendapatkan beragam informasi yang tepat dari orangtua, termasuk mengenai kesehatan reproduksi remaja. Mana hal yang harus dilakukan dan mana hal yang harus dihindari.
Dalam rangka lebih mendalami pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dari kacamata psikologi, maka Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata pada hari Sabtu (5/5), bertempat di ruang teater gedung Thomas Aquinas, telah mengadakan kuliah umum tentang kesehatan reproduksi yang utamanya adalah menyangkut pengaruh narkoba dalam kehidupan generasi muda.
“Didalam mata kuliah kesehatan reproduksi itu kami memiliki tiga proses yang saling berkaitan mulai dari seksualitas, HIV/Aids sampai pada narkoba. Dan pada siang hari ini kita fokus pada narkobanya, “ jelas Dr. Suparmi, M.Si sebagai salah satu dosen pengampu mata kuliah Psikologi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Psikologi Unika.
“Korban narkoba, dulu lebih banyak di dominasi oleh kaum dewasa, namun sekarang korban narkoba sudah merambah masuk ke dunia anak-anak. Lalu pesan utama kuliah ini adalah bagaimana kita belajar berani untuk menolak menggunakan narkoba, sebab banyak orang kena narkoba biasanya karena tidak berani menolak di awalnya. Sedangkan pesan lain adalah adanya pusat rehabilitasi, artinya untuk mereka yang sudah terkena narkoba itu apa yang harus dilakukan dan kesaksian-kesaksiannya seperti apa. Dengan demikian kegiatan ini akan memperkaya pengetahuan para mahasiswa tentang bahaya narkoba dan penanganannya secara psikologis,” terangnya.
Diundang dalam kegiatan kuliah ini adalah Bapak Jamaludin dari BNNP provinsi Jawa Tengah yang memaparkan tentang Indonesia dalam keadaan darurat narkoba, penjelasan efek narkoba, efek adiktif, efek toleran, penjelasan psikotropika, penjelasan narkotika yang di bagi dua yakni yang tidak digunakan dalam pengobatan dan yang boleh digunakan untuk pengobatan, penjelasan stimulan contoh ekstasi dan sabu, penjelasan Depresan, penjelasan Psilosibin atau jamur kotoran sapi.
Apa Peran Orangtua?
Sedangkan Bapak Eko Prasetya dari pusat rehabilitasi Jogja Care, menguraikan perlunya kita memahami karakter atau watak pecandu, serta cara penanganannya,” Saya adalah konselor pecandu, yang sudah menjadi konselor sejak tahun 1980. Konselor pecandu memang hanya untuk khusus pecandu, karena pada dasarnya seorang pecandu yang bisa menyembuhkan adalah pecandu. Jadi tahu tentang bahasa non verbal, tahu tentang bahasa empati pecandu, tahu juga karakternya seperti apa. Dan kenapa harus direhabilitasi? karena ketika menjadi tahap ketergantungan, yang pertama adalah karakter atau sifatnya akan berhenti diumur itu, yang kedua adalah jika orang normal itu hanya memiliki 20 perilaku (menurut Prof Aswin) tetapi ketika menjadi pecandu mempunyai 76 perilaku, maka orang seringkali mengatakan dengan istilah ‘watuk gampang diobati tetapi jika watak pasti sulit’, maka ketika kita mengubah watak mereka pasti membutuhkan waktu yang panjang, dan menggunakan group-group terapi dari psikologi dan sosiologi.”
“Pecandu juga sudah tidak bisa membedakan mana perasaan dan mana yang kenyataan. Oleh karena itu seorang pecandu harus punya motto ‘Sharing is The Big Power’ yaitu diajarkan bagaimana memilah dan memilih masalah. Disamping itu peran orangtua pecandu juga memegang peranan penting karena biasanya orangtua mempunyai penyakit apa yang disebut codependent artinya mau tidak mau, cepat atau lambat orangtua pasti membantu mereka menjadi pecandu,” jelasnya.
“Pemicu lainnya adalah saat ini anak-anak sering dilanda kecemasan yang sangat luar biasa, seperti contoh menjelang ujian negara baik anak dan orangtua bahkan sekolah juga dilanda kecemasan yang luar biasa. Dan kadang karena tingkat kecemasan inilah maka orang banyak mencari kesenangan sesaat, nah karena seperti itu maka akhirnya mereka akrab dan menggunakan narkoba, yang selanjutnya akan terus mencari,”imbuhnya.
“Anak jaman sekarang itu berdasarkan penelitian, mengalami sepi dalam keramaian tapi ramai dalam kesepian. Menanggapi hal itu, sebagai orangtua kita harus peka. Maka paling tidak supaya anak itu bisa terkendali yaitu yang pertama, kita harus punya telepon teman-temannya tetapi jangan terlalu ekstrim, yang kedua adalah orangtua harus memperhatikan perilaku dan apa saja yang sering dipakai anaknya (misalnya : isi tas, baju dll), apalagi contoh deteksi yang paling gampang adalah ketika anak mulai tukar tukaran baju, kaos atau bahkan sepeda motor dengan temannya, itu adalah awal gerbang masuknya anak ke dunia narkoba, karena akan ada kompromis. Oleh karena itu diharapkan sebagai Bapak dan Ibu dari seorang anak, harus tahu tugas pokok dan fungsi masing-masing dan selalu membiasakan diri untuk membangun komunikasi yang baik antara orangtua dengan anaknya. Selanjutnya juga membangun empati dan positive thinking terhadap anak serta membangun kesetaraan atau mengajak anak untuk mendiskusikan sesuatu yang baik dalam pengambilan keputusan,”tutupnya. (fas)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah