“Arsitektur Nusantara yaitu pengetahuan dan ilmu mengenai bangunan-bangunan yang sudah berada dan bertumbuh kembang di Indonesia semenjak era masehi, jadi semenjak awal abad masehi itu sudah ada, tetapi waktu itu pengetahuan tentang arsitektur belum dipahami oleh bangsa kita sendiri. Pengetahuan itu baru di bangkitkan pada permulaan abad 21, jadi belum 20 tahun umurnya, karena sebelumnya arsitektur masih di lihat produk kebudayaan bukan sebagai produk arsitektur,” ucap Prof. Dr. Ir. Josef Prijotomo, M,Arch selaku guru besar arsitektur ITS yang hadir sebagai penanggap dalam diskusi budaya “Melihat Asmat dan Suroba Lebih Dekat” pada hari Senin (24/10).
Prof. Josef juga berpandangan bahwa mahasiswa untuk mendalami pengertian tentang ASMAT harus melakukan kunjungan ke lokasi itu adalah sebuah langkah yang 100 % benar secara alamiah karena didalam ilmu arsitektur nusantara laboratorium penelitian adalah di lapangan, dan tidak cukup hanya berhenti diperpustakaan saja.
“Mahasiswa terjun ke lokasi itu menandakan bahwa generasi muda sekarang memiliki kepedulian yang tinggi kepada kekayaan arsitektur di Indonesia dan mereka berani melawan arus untuk tidak mendalami arsitektur modern yang berasal dari manca negara, sehingga masa depan arsitektur nusantara buat saya saat ini jauh lebih terang benderang di banding dengan 20 sampai 40 tahun yang lalu,” ungkap Prof. Josef.
Rumah Asuh
Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) Unika Soegijapranata yang mengadakan acara “Pameran dan Diskusi budaya” dan berlangsung pada tanggal 17-24 oktober 2016 di gedung Thomas Aquinas, turut mengundang juga Yori Antar IAI selaku pendiri Rumah Asuh sebagai penanggap diskusi tersebut.
“Membangun kembali banyak rumah-rumah adat pedalaman yang masyarakatnya masih mencintai budayanya tapi kesulitan keuangan, juga karena banyaknya peraturan pemerintah sehingga mereka tidak bisa membeli kayu, padahal mereka dari dulu hidupnya dari hutan tradisional mereka tetapi karena peraturan jadi harus beli kayu disini, beli kayu disana. Disamping itu, mereka dulu orang-orang desa yang cukup berada, sekarang makin miskin karena modernisasi. Dampak punahnya budaya tradisional, tanpa disadari juga muncul karena cara pikirnya diubah. Mulai dari pendidikan, karena pendidikan di Indonesia datang dari budaya modern yaitu budaya tulisan. sedangkan arsitektur yang berada di pedalaman datang dari budaya lisan,” jelas Yori.
“Kita kejeblos menjadi orang modern, dengan bisa menulis, menggambar, membaca dsb, berarti kita masuk dalam mindset industri modern sedangkan budaya tradisional datangnya dari budaya lisan yang sifatnya moral, seperti halnya materialnya juga material alam bukan material industri modern” pungkasnya. (dsi)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah