“Anak-anak waktu sekarang pada tahap Taman Kanak-Kanak (TK) telah diberikan kegiatan mengenai menulis, padahal berdasarkan anjuran pemerintah untuk level TK dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) tidak ada calistung (membaca, menulis, berhitung) tetapi karena pada tingkat Sekolah Dasar (SD) kelas 1 mayoritas para siswa sudah harus banyak menulis dan membaca, maka dari itu pada tahap TK diberilah kegiatan tersebut. Banyak anak-anak kelas 2 dan 3 SD itu mogok menulis, setelah ditelusuri ada beberapa hal yang kurang pas misalnya saja postur tubuh kurang bagus yang membuat anak-anak mudah lelah sehinga mereka semakin tidak betah dengan kegiatan menulis, ada juga cara memegang alat tulis yang salah misalnya saja ada yang menggenggam pensil dengan dijepitkan pada jari tengah dan jari manis dan itu tidak dikoreksi. Alhasil, menulis satu huruf membutuhkan effort yang sangat besar sehingga lama kelamaan mulai tertinggal pelajaran. Lalu pada saat ulangan, untuk soal esai tidak dijawab, akhirnya nilai si anak menjadi jatuh” tutur Lily Marlina M. Psi, Psikolog sebagai ketua panitia Seminar “The Readiness to Handwriting Skills for Kindergarten” yang diadakan di Hotel Neo pada hari Minggu (13/11).
Acara Seminar dapat terlaksana atas kerja sama antara Pusat Psikologi Terapan (PPT) Unika Soegijapranata bekerja sama dengan Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata, untuk menjawab dan menelusuri apa yang menjadi kebutuhan anak-anak saat ini agar membangkitkan keinginan untuk menulis dengan menghadirkan narasumber Vonny Susanto, Amd. OT., M. Psi. sebagai Alumni Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata yang bekerja sebagai praktisi tumbuh kembang anak (Occupational Therapist) dan Psikolog selama 15 tahun lebih di Klinik CMC (Check My Check) Learning, Meruya, Jakarta.
Berawal dari sebuah pernyataan “Kesiapan menulis dimulai di tempat bermain, bukan di meja di dalam kelas”, Vonny menjelaskan tentang taman bermain anak-anak yang saat ini tidak banyak menjamin keamanan bagi anak-anak. Masih menurut Vonny, “Dulu banyak anak yang bermain di sungai memanjat pohon, berlari-lari semua masih aman, antiklimaks dengan keadaan yang ada saat ini misalnya saja bagi anak mau keluar rumah saja takut dikarenakan banyak faktor seperti banyak sepeda motor dan kasus penculikan,” jelasnya.
“Pada situasi playground waktu dulu banyak terjadi pergerakan dan interaksi antar anak, selain itu pada playground zaman dahulu variasi permainan yang dibawakan lebih banyak baik motorik dan sensorik lebih kaya. Dengan banyak interaksi, antar anak dapat mengenal aturan misalnya waktu penggunaan permainan yang bergiliran. Pada permainan pura-pura dan perang, emosi menjadi lebih lepas misalnya saja pada pembagian peran polisi dan penjahat. Pada jenis permainan zaman dahulu pelatihan sistem motorik yang dihadirkan lebih kaya baik itu melatih motorik kasar dan motorik halus seperti misalnya menumpuk balok ke atas. Berbeda dengan situasi playground saat ini semua permainan tersedia di alat permainan seperti handphone dan lainnya,“ imbuhnya.
Dalam seminar ini seluruh peserta juga diajak untuk bereksperimen dan merasakan bagaimana menjadi kondisi anak yang kurang minat terhadap menulis. Dan dijelaskan pula tentang beberapa hal yang diperlukan supaya anak menjadi nyaman untuk menulis misalnya saja postur yang nyaman yaitu kaki menyentuh lantai dan badan bersandar santai, postur yang baik saat menulis mampu memfokuskan pada tugas, tubuh bagian atas dinamis (tidak kaku), bahu seimbang, mata mengikuti kalimat tanpa kepala bergerak, dan tidak bersuara saat menulis. (Cal)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah