Kantor Staf Presiden (KSP) Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM, bekerjasama dengan PUSKIT Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Fakultas Antropologi Universitas Cendrawasih dan Fakultas Sastra Universitas Papua Manokwari, pada hari Rabu (3/3) telah menyelenggarakan Webinar Kearifan Lokal Tanah Papua, dengan tema “Telaah Sosial Budaya Masyarakat yang Maju, Berkembang, Cerdas, Ramah, Bersahabat serta Kreatif”.
Acara yang dilaksanakan secara online ini menghadirkan beberapa narasumber, salah satunya adalah Dosen Pengajar dari Unika Soegijapranata Semarang yang telah menulis buku ‘Amungme Kamoro Mengarungi Jaman’, dan menjadi pembimbing pendampingan mahasiswa Timika Papua di Unika Soegijapranata sebagai bagian dari kerjasama antara Lembaga Pengembangan Amungme Kamoro (LPMK) dan Unika Soegijapranata sejak tahun 2009, yaitu Drs Albertus Istiarto MA.
Dalam webinar yang dibuka oleh Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani, disampaikan rencana pembangunan jangka menengah tahun 2020 – 2024. “Dalam rencana pembangunan jangka menengah pemerintah tahun 2020 – 2024 prioritas pembangunan wilayah Papua mengutamakan pendekatan budaya dan kontekstual Papua, serta pendekatan berbasis ekologis pada tujuh wilayah adat yaitu Tabi, Saereri, Ha Anim, La Pago, Mee Pago, Bomberai dan Domberai,” ucap Jaleswari.
Selain berbasiskan wilayah adat, pembangunan wilayah Papua akan dilakukan pada koridor pertumbuhan dan pemerataan, lanjut Jaleswari menambahkan.
Untuk mewujudkannya diperlukan langkah-langkah terobosan, terpadu, tepat, dan sinergis antara kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk mewujudkan masyarakat Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang maju, sejahtera, damai dan bermartabat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedang dalam paparan materinya, Drs Albertus Istiarto MA mengupas tentang Koeksistensi dua suku yaitu suku Amungme dan suku Kamoro.
“Apa yang saya utarakan adalah sebagai perwujudan kehidupan yang damai antara dua suku besar di wilayah Timika khususnya, suku Amungme yang ada di pegunungan dan suku Kamoro yang ada di daerah pantai,” jelas Drs Albertus Istiarto MA.
Sebenarnya dari dulu boleh dikatakan orang-orang Papua adalah orang-orang yang kreatif dan pintar, sehingga dari situ kita bisa menggali kearifan lokal serta bisa ditonjolkan supaya orang jangan melihat dari sebelah mata saja.
Hal lain, dari sekitar 300 suku yang ada di Papua, serta luasnya wilayah Papua yang 3,5 kali pulau Jawa, maka diharapkan terutama para generasi mudanya bisa memanfaatkan kearifan lokal untuk membangun sosial budaya masyarakat yang maju, berkembang, cerdas, ramah, bersahabat serta kreatif, lanjutnya.
Seperti halnya di suku Kamoro yang banyak tinggal di daerah pantai, hendaknya tiap keluarga yang dari dulu sudah memiliki satu perahu tradisional, bisa tetap dipertahankan. Meskipun sekarang ini karena kemajuan teknologi, sudah banyak yang mulai menggunakan perahu motor.
Sedangkan untuk suku Amungme, dalam suku ini ada kebiasaan ‘bakar batu’. Kebiasaan ini bagus dilakukan karena didalamnya ada kebersamaan, ada ucapan syukur kepada sang penciptanya, dan kerelaan saling berbagi. Jadi ada sisi positifnya dalam kegiatan yang sudah menjadi tradisi ini.
“Pengaruh dan peranan misi gereja Katolik juga sangat kuat untuk menyatukan kedua suku ini. Termasuk bisa bertemunya tokoh-tokoh adat dari suku besar ini,” ungkapnya.
Pembangunan oleh pemerintah diharapkan juga bisa memihak kebutuhan lokal. Artinya, dengan salah satu contoh yaitu pembangunan jalan Trans Papua untuk menjamin kelancaran komunikasi dan mobilitas di darat, namun jangan lupa bahwa komunikasi melalui laut dan sungai juga masih memiliki peran penting di wilayah Papua, khususnya Papua Selatan, karena Papua Selatan itu perlu akses seperti Tol Laut. Dengan tol laut, maka perahu dan kapal diharapkan bisa mengakses daerah-daerah dengan cepat dan tepat.
Secara umum, karakter orang Papua adalah baik, ramah dan mau bersahabat. Mereka bisa mengerti dan menerima orang lain, dan dalam diri orang Papua itu ada tiga hal yang penting yaitu harmoni dengan dunia roh, harmoni dengan alam dan harmoni dengan keluarga atau sesama.
Media yang juga bisa digunakan untuk menyatukan orang-orang muda Papua adalah melalui tari dan lagu, serta pendidikan yang mulai dari basic yaitu sekolah dasar. Dan untuk itu sudah banyak para kepala daerah yang mulai memikirkan pendidikan ini dengan mencoba memfasilitasi studi bagi calon guru PGSD, supaya setelah lulus, para guru PGSD ini diharapkan akan kembali ke tempat asalnya dan membangun daerahnya, pungkasnya. (FAS)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi