Kesurupan, kita tidak asing lagi dengan kata tersebut. Kita sebagai orang awam banyak yang percaya bahwa fenomena kesurupan adalah kemasukan roh atau arwah entah roh baik ataupun jahat. Jika mendengar kata kesurupan, kita pasti sudah terbayang akan hal-hal yang mistis, misterius, dunia roh, setan, klenik, dan lain sebagainya. Tetapi dalam bedah buku yang diselenggarakan pada hari Jumat (10/6) di Gedung Antonius ruang 402 Fakultas Psikologi Unika tidak demikian. Dalam bedah buku “Psikologi Kesehatan Mental Awas Kesurupan!” fenomena kesurupan akan dijelaskan dan diteliti lebih lanjut dari kajian ilmu pengetahuan terlebih dari sudut pandang ilmu psikologi.
Dalam acara bedah buku tersebut, turut mengundang tiga narasumber sebagai ahli utama yaitu Siswanto, S.Psi.,M.Si sebagai pengarang buku, Dra. Emmanuela Hadriami, M.Si dan Drs. HM. Edy Widiyatmadi, M.Si.. Siswanto sebagai pengarang buku menjelaskan bahwa dia melakukan riset dan penelitian yang mendalam tentang fenomena kesurupan di berbagai tempat dan kasus serta membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dia juga harus menyambungkan fenomena kesurupan yang ada di masyarakat dengan melihat dari sudut pandang psikologi seperti dari sudut pandang ilmu psikoanalisa, behaviour, humanistik, dan biopsikologi.
Banyak orang awam yang berpendapat bahwa kesurupan adalah kemasukan roh jahat, sedangkan secara sisi ilmiahnya kesurupan merupakan gangguan mental disosiatif. Dari penelitian Siswanto kasus-kasus kesurupan malah banyak terjadi dari kalangan orang yang taat beragama. Dia menjelaskan kesurupan karena dua faktor utama yaitu faktor budaya dan faktor gangguan mental. Jika diteliti dari faktor gangguan mental, kesurupan terjadi karena orang tersebut berada di lingkungan yang tidak sehat dan mendukung, ditambah lagi stress dan ketakutan yang mempengaruhi kondisi emosionalnya. Jika sudah demikian, orang lebih mudah kesurupan karena berusaha untuk keluar dari masalahnya.
“Bisa ambil contoh kasus kesurupan massal murid sekolah ketika mendekati Ujian Nasional (UN). Dulu banyak kasus kesurupan massal satu sekolahan terjadi ketika akan UN, tetapi ketika kebijakan tentang UN diperbarui bahwa UN tidak mempengaruhi kelulusan, bisa dilihat jarang atau tidak ada kasus tentang kesurupan massal. Bisa dikatakan siswa-siswa yang kesurupan massal tersebut mengalami tekanan dan stress yang hebat dan berkepanjangan karena takut tidak akan lulus yang berdampak pada kondisi emosional mereka. Kesurupanlah sebagai jalan keluarnya, dan ketika satu orang kesurupan akan menimbulkan reaksi berantai kepada yang siswa yang lain yang mengalami kondisi serupa,” jelas Siswanto.
Siswanto juga membagikan sedikit isi bukunya tentang bagaimana ciri-ciri orang yang beresiko mengalami kesurupan seperti memiliki kepribadian tertutup, pencemas, memiliki pandangan atau cara berpikir yang hitam putih serta sugestibel. (dns)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi