Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata yang merayakan Dies Natalis ke-37 pada hari Sabtu (19/6) telah melaksanakan kegiatan pertamanya yang dikemas dalam bentuk talkshow dengan topik “Siapkah Kita Menghadapi Pembelajaran Tatap Muka?”.
Acara ini dihadiri oleh perwakilan orang tua siswa dari tingkat SD, SMP dan SMA, kemudian perwakilan guru SMP dan SMA, perwakilan kepala sekolah serta Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, yang dilaksanakan secara daring melalui ruang virtual Unika yang dihubungkan dengan zoom dan ke kanal youtube.
Selain itu, dalam acara talkshow ini juga dihadiri pula oleh psikolog klinis Unika yaitu Kuriake Kharismawan SPsi MSi Psikolog dan psikolog pendidikan Unika adalah Dr Lucia Hernawati MS.
Dalam penyelenggaraan acara talkshow ini, Kuriake Kharismawan yang menjadi narasumber sesi pertama menyatakan perlunya perhatian atas beberapa hal yang terkait dengan kondisi pandemi covid-19 dan pelaksanaan pendidikan hybrid learning maupun daring.
” Saya pernah melakukan survei dengan jumlah sekitar 260 orang sebagian guru-guru SMA tetapi mayoritas adalah guru-guru TK dan PAUD. Dalam survei tersebut diketahui bahwa hampir 89% guru-guru SMA menyatakan ingin segera tatap muka, tetapi guru-guru TK dan PAUD hanya sekitar 65% yang siap untuk tatap muka,” ungkap Kuriake.
Hal tersebut mungkin juga berkorelasi dengan jumlah guru yang telah mendapatkan vaksin lengkap. Untuk guru-guru SMA kurang lebih sekitar 71% yang telah mendapat vaksin lengkap tetapi untuk guru-guru Paud dan TK itu baru sekitar 59% yang sudah mendapat vaksin lengkap.
Dengan mengingat kondisi tersebut maka perlu ada kewaspadaan dari para guru atau kita semua bahwa bahaya covid adalah nyata, untuk itu kita harus waspada namun jangan sampai mengalami ketakutan yang ekstrem sehingga akan berdampak pada memuncaknya emosi kita.
Oleh karena itu, perlu kita menjaga emosi kita dengan mengontrol dan mengetahui diri kita sendiri dalam batas tertentu, apakah sudah kelelahan atau tidak bahkan bisa saja frustasi dalam mengajar.
Selanjutnya diharapkan para guru mempunyai model atau cara untuk mengendalikan emosi saat sudah tinggi supaya tidak menyakiti para murid, orang lain maupun diri kita sendiri. Maka perlu dilakukan beberapa cara untuk mengurangi stres kita yaitu dengan olahraga, beribadah, melakukan hobi, dan lain sebagainya.
Dengan demikian perlu ada pengelolaan emosi dan pengelolaan kejiwaan supaya kita mampu menyelenggarakan proses pendidikan dengan jiwa yang sehat dan tetap semangat, terangnya.
Sedang narasumber sesi kedua yang disampaikan oleh Dr Lucia Hernawati tentang bagaimana belajar bisa dilakukan dengan banyak metode, tidak harus dengan tatap muka, tetapi bisa juga dilakukan di antaranya dengan melalui hybrid learning.
” Kita tentu mengenal portal rumah belajar. Di portal rumah belajar itu para guru membagikan video-video atau sumber-sumber yang lain yang bisa diakses oleh siswa pada saat ia belajar di rumah,” jelasnya.
Namun yang perlu harus diketahui dengan metode ini perlu ada catatan yang harus diberikan dengan evaluasi yang terus-menerus. Evaluasi dimaksud adalah kerjasama antara pihak sekolah dengan orang tua, artinya apabila anak mengalami kesulitan meskipun sudah diberikan video dan informasi lainnya, maka hal tersebut disampaikan kepada guru yang bersangkutan, supaya ada pendampingan selanjutnya.
Selain itu seorang guru juga perlu empati dan terbuka, supaya apabila terjadi kesulitan dalam proses pembelajaran dapat segera teratasi. Sehingga dengan demikian semua yang terlibat baik guru, orang tua dan semua pihak harus update dan upgrade serta bekerjasama, tandas Dr Lucia. (FAS)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi