Dalam rangka memperingati Dies Natalis yang ke-34, Unika Soegijapranata mengadakan Misa Syukur yang bertempat di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang pada hari Senin (1/8). Misa Konselebrasi yang mengambil tema “Ugahari Mandiri” tersebut dihadiri oleh seluruh jajaran dosen dan karyawan Unika Soegijapranata dan dipimpin oleh Selebran Utama Romo A.G. Luhur Prihadi, Pr.; Romo Yohanes Gunawan, Pr.; dan Romo Patricius Hartono, Pr.
Pada homili yang disampaikan oleh Romo Yohanes Gunawan, diisi dengan sharing iman yang disampaikan oleh Prof. Dr. Agnes Widanti sebagai Ketua program studi Magister Hukum Kesehatan yang merupakan salah satu dosen senior di Unika Soegijapranata. Prof. Widanti telah bekerja di Unika Soegijapranata sejak pertama kali Unika didirikan tahun 1982 (pada saat itu bernama Unika Atmajaya Semarang). Selain itu, motivasinya juga tidak lepas dari pengalaman masa lalunya bersama Mgr. Soegijapranata selaku romo paroki banyak membantu keluarga Prof. Widanti dan beliau juga salah satu anak asuh dari Mgr. Soegijapranata sendiri. Tidak sampai disitu, ia juga mengungkapkan bahwa kakaknya membuat Patung Soegija dan merancang pendopo yang berada di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal sebagai bentuk penghormatan Mgr. Soegijapranata. Desain arsitektur pendopo tersebut disetujui langsung oleh Presiden Ir. Soekarno tahun 1963. Tahun 1963 tepat dengan meninggalnya Mgr. Soegijapranata dan beliau dimakamkan di makam no. 632
Keunikan Makam Soegija
Atap pendopo tersebut terdiri dari 7 tingkat yang melambangkan 7 sakramen dalam Gereja Katolik di atasnya terdapat mitra sebagai simbol topi uskup dan diatasnya lagi terdapat salib. Atap pendopo tersebut banyak terdapat gambar daun sirih yang menggambarkan keabadian. Kemudian pada sisi kanan dan kiri nisan terdapat lambang bintang dalam lingkaran yang menggambarkan sila pertama Pancasila, sila ini sesuai dengan motto yang dijunjung Soegija dalam hidupnya yaitu “100% Katolik 100% Indonesia”. Pada belakang makam, terdapat meja altar dan diatasnya terdapat sebuah gunungan atau yang biasa disebut sebagai “tancep kayon” yang berarti pertunjukkan wayang telah selesai. Jasad Mgr. Soegijapranata ditempatkan dalam kotak wayang yang sesuai dengan kisah hidupnya yang banyak menyentuh nilai-nilai budaya Jawa dalam menyebarkan Agama Katolik. Di atas pusara makam tergambar logo tahbisan uskup yang menggambarkan pribadi yang “In Nomine Jesu”. Tiang pada bangunan makam pun tidak kalah unik yang mengarah keluar pendopo yang melambangkan tangan terbuka tanda memohon pada Allah beserta pagar makam yang pada awalnya berbentuk gelombang air mengalir dengan berjalannya waktu direnovasi hingga sekarang berbentuk lurus beserta lambang salib di tengahnya.
Sharing kemudian dilanjutkan oleh TSI, sebuah lembaga yang bertugas untuk menggali dan meneliti tulisan dan foto asli dari Mgr. Soegijapranata.
Acara misa pun ditutup dengan penaburan bunga pada seluruh makam di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal. (cal)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi