Mungkin Anda pernah bermimpi untuk kuliah di luar negeri. Namun Anda lantas berpikir mimpi itu hanya akan tetap menjadi mimpi karena banyaknya kendala. Anda mungkin merasa ragu-ragu soal biaya, takut karena tidak bisa bahasa asing, ataupun ketakutan-ketakutan yang lainnya.
Masalah tersebut digugurkan pada acara yang digelar oleh International Office (IO) Unika Soegijapranata yang berjudul Information Session: Access to Scholarship. Acara yang terselenggara pada hari Senin, 13 April 2015 diisi oleh dua pembicara yang pernah mencicipi nikmatnya bangku kuliah di luar negeri.
“Ketika dulu masih kuliah S1, kuliah di luar negeri tak terpikirkan sama sekali. Bahkan waktu itu saya merasa kuliah di luar negeri hanya sebuah mimpi yang tak mungkin menjadi kenyataan,” tutur Irman Jayawardhana mengawali ceritanya.
Alumnus Conventry University ini kemudian melanjutkan ceritanya,”Mind set saya perlahan-lahan runtuh ketika saya mulai mencari tahu requirement apa yang dibutuhkan. Lalu saya juga mulai mencari-cari informasi mengenai program beasiswa. Akhirnya, terbanglah saya ke UK.”
Tak Ada yang Mengalahkan Pengalaman
Dalam banyak hal, pepatah yang berbunyi the beginning is always the hardest (permulaan memang yang terberat) juga dialami oleh pria yang karib disapa Irman tersebut. Dia sempat mengalami failed di salah satu mata kuliah karena masih membawa cara pikir lama.
“Pernah pada suatu tugas mata kuliah, saya membuat menggunakan bahasa Indonesia terlebih dahulu dan kemudian saya terjemahkan ke bahasa Inggris. Tugas tersebut saya kumpulkan. Nilai yang saya dapatkan ternyata jelek sekali,” kisahnya ketika diwawancarai wartawan Kronik.
“Dosen saya mengatakan bahwa ia tidak memahami apa yang saya tulis. Sejak saat itu saya mulai sadar bahwa meskipun nilai IELTS saya sudah bagus, cara berbahasa orang UK berbeda,” lanjutnya. “Tanpa pernah mengalami ini semua, kemampuan berbahasa saya tidak akan berkembang,” tutupnya.
Pembicara lain, Imam Santoso, mengafirmasi hal itu. “Awalnya, bahasa memang menjadi kendala. Apalagi cara pelafalan orang Australia agak berbeda sehingga sulit kita tangkap,” tutur alumnus Macquaire University, Australia ini. “Bahkan karena waktu itu saya kemana-mana naik bus, saya selalu memilih duduk di belakang sopir dan menunjukkan tulisan tempat yang saya tuju sambil mengatakan pada sopir,’tell me if we get to this place’,” pungkasnya.
Dalam acara tersebut, para pembicara juga menjelaskan bahwa ada banyak beasiswa yang bisa diperoleh. Mereka memberikan tips-tips bagaimana mendapatkan beasiswa. “Kita kadang tahunya cuma beasiswa yang diberikan pemerintah. Padahal, ada banyak sekali lembaga yang bisa memberikan beasiswa,” tutur direktur representatif Alfalink, salah satu lembaga konsultan untuk kuliah di luar negeri. (TeoDomina)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi