Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko Pr menyatakan bahwa umat katolik Indonesia mengenal dua hukum yang mengatur kehidupan kemasyarakatan pada umumnya, yakni Hukum Gereja Katolik yang terdapat dalam Kitab Hukum Kanonik dan Hukum Sipil Indonesia. Kedua hukum tersebut memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Perbedaan tersebut menjadi sesuatu yang perlu disesuaikan atau disinkronkan agar tidak terjadi konflik dan bisa saling mengisi.
Pernyataan tersebut beliau sampaikan dalam kuliah umum yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Hukum Unika yang bertajuk “Korelasi Antara Hukum Kanonik dengan Hukum Sipil” pada Senin (12/3) bertempat di Ruang Theater, Gedung Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata.
“Kitab Hukum Kanonik terbitan 25 Januari 1983 yang berisi 1752 pasal perlu disinkronkan dengan Hukum Sipil Indonesia agar tidak overlaping atau tidak terjadi konflik antar hukum. Intinya kedua hukum tersebut saling mengisi” ujar Mgr Rubi dihadapan mahasiswa Unika sekitar 250 orang yang hadir dalam kuliah umum tersebut.
Bentuk sinkronisasi hukum sangat didukung gereja katolik dengan tercantumnya pernyataan sinkronisasi dalam pasal 22 dalam kitab hukum kanonik. Dalam pasal tersebut pada dasarnya menyatakan bahwa gereja tetap mengakui keberadaan hukum sipil maka sedapat mungkin segala peraturan gereja mengacu pada hukum sipil dalam segala bidang kemasyarakatan.
Selain agar tidak terjadi konflik antar hukum, Mgr Rubi juga menjelaskan bahwa sinkronisasi kedua hukum tersebut agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda. Beliau mencontohkan perbedaan penafsiran tersebut seperti penafsiran UU RI NO 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
“Undang undang tersebut sebenarnya mengatur tentang tata cara pernikahan beda kebangsaan namun selama ini banyak yang menafsirkan bahwa undang undang tersebut mengatur tentang pernikahan beda agama” ungkapnya.
Sinkronisasi antara hukum kanonik gereja katolik dengan hukum sipil Indonesia ini merupakan wujud penonjolan Konsili Vatikan II, Lumen Gentium yang menyatakan bahwa gereja katolik bukanlah kelompok yang gettho.
“Gereja bukanlah sebuah gettho atau komunitas ekslusif tetapi Gereja merupakan sebuah communio christifidelium yang berarti persekutuan umat beriman ditengah masyarakat yang selalu hidup dan dinamis” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Program Studi Ilmu Hukum Unika, Petrus Soejowinoto, S.H., M.Hum menjelaskan bahwa terselenggaranya kuliah umum ini berawal keresahannya bahwa di ilmu hukum Unika dari zaman dahulu terdapat mata kuliah hukum kanonik namun hingga saat ini belum dapat terealisasi, padahal hukum kanonik merupakan hukum yang hidup di tengah masyarakat dan mahasiswa pun perlu untuk mengetahui hal tersebut.
“Hukum kanonik adalah hukum yang hidup ditengah-tengah masyarakat serta berlaku untuk warga katolik, padahal disisi lain warga katolik sebagai warganegara Indonesia itu juga berlaku hukum sipilnya. Hukum sipil itu yang sering kali saling berseberangan dengan hukum kanonik sehingga melalui kuliah umum ini perlu ada solusi yang tepat” ujar Petrus dalam sambutannya.
Ia pun berharap dengan diawali adanya kuliah umum ini bisa semakin mendorong terwujudnya perkuliahan hukum kanonik karena mengingat Mgr Rubi merupakan seorang uskup agung yang ahli atau pakar dalam hukum kanonik dan saat ini telah menetap di Kota Semarang. (Hly)
Internship Fair FIKOM SCU: Jembatan Mahasiswa Menuju Dunia Industri
Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Soegijapranata Catholic University (SCU) secara rutin