Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata kembali mengadakan diskusi Ruang Abu yang kali ini membahas tentang sejauh mana implementasi smart city yang sudah menjadi tren di kalangan Kota di seluruh Dunia, tak terkecuali Kota Semarang dengan menghadirkan 2 narasumber, yaitu Bapak Safrinal Sofaniadi S.T., M.Si., dari Bappeda Kota Semarang serta Wakil Rektor IV Unika Prof. Dr. Ridwan Sanjaya yang bertempat di Ruang kuliah 6 Gedung Thomas Aquinas pada Selasa (29/8).
Dalam paparannya, Pak Safrinal mengungkapkan bahwa sejak tahun 2013 Pemerintah Kota Semarang sudah serius dalam menanggapi trend smart city yang sudah mendunia. Pemkot sudah mengimplementasikan pelayanannya berbasis Internet sehingga dapat mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat dan mengefisiensi tenaga yang dikeluarkan,
“Smart City ini sebenarnya sudah diterapkan sejak tahun 2013, bahkan Kota Semarang saat ini menjadi kota percontohan dalam menerapkan konsep ini. Berbagai kemudahan ditawarkan untuk memotong birokrasi yang terlalu panjang sehingga masyarakat dapat menikmati pelayanan dengan maksimal. Selain itu masyarakat juga bisa memantau bagaimana kinerja pemerintahan dan dapat memberikan pengaduan secara lebih cepat melalui aplikasi sekali sentuhan saja.”
Menurutnya seluruh pelayanan sudah dialihkan dengan sistem online, mulai dari pengurusan perijinan, bagaimana mengelola transportasi khususnya BRT yang berbasis digital sampai bagaimana menerapkan pencahayaan bagi seluruh lampu jalanan yang ada di semarang dengan online.
Memandang smart city dari sudut pandang Distruptive Innovation
Prof Ridwan yang juga Guru Besar dalam bidang Sistem Informasi turut ambil bicara menanggapi pengelolaan smart city namun ditinjau dari disruptive Innovation atau inovasi yang mengganggu. Menurut beliau, pemahaman smart city selain sebagai kota yang terintegrasi sudah bergeser maknanya menjadi layanan informasi yang dapat diakses dengan efektif dan efisien sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh pengelola kota, penduduk dan pihak ketiga yang memiliki kepentingan dalam kota tersebut,
“Smart City tidak terbatas pada layanan yang terintegrasi namun bagaimana pelayanan kepada masyarakat yang dapat meminimalkan transaksi secara langsung dan membuatnya lebih transparan supaya tercipta kepuasan publik. Memang semua kota yang sudah menerapkan smart city memiliki beberapa aplikasi yang ada di ponsel pintar untuk digunakan namun hal ini masih dirasa kurang efektif karena aplikasi yang diinstal terlalu banyak sehingga masyarakat tidak dapat merasakan dengan maksimal bagaimana fungsi smart city yang lebih efisien. “
Prof Ridwan mengungkapkan bahwa data dan layanan harusnya dapat diakses melalui sedikit atau bahkan satu aplikasi saja yang terintegrasi dengan semua kebutuhan masyarakat sehingga memungkinkan masyarakat tidak banyak mencari aplikasi yang berbeda untuk kepentingan yang berbeda pula. Smart city bukanlah ajang untuk untuk menunjukkan kehebatan teknologi atau semata-mata pemanfaatan anggaran.
“Tolok ukur keberhasilan smart city bukan berada pada jumlah teknologi yang disediakan untuk menjembatani konsep tersebut, melainkan tingkat kepuasan warga, peningkatan pendapatan daerah dan tersalurkannya peluang-peluang di wilayah tersebut menjadi dampak positif bagi warganya. Perlu adanya sinergi antar data dan layanan untuk mengurangi kuantitas pengembangan aplikasi. Sehingga apa yang saat ini tidak begitu efektif dan cenderung mengganggu dapat dipangkas dan dikurangi agar dapat menghasilkan hasil yang lebih baik.” (Ign)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi