The Java Institute (TJI) sebagai salah satu Pusat Studi di LPPM Unika Soegijapranata, selama dua hari mulai hari Kamis (1/7) dilanjutkan hari Jumat (2/7), telah menyelenggarakan TJI Webinar Nasional Seri ke-3.
Acara webinar yang dilaksanakan secara daring ini membahas tema besar yaitu “Herbal untuk Kalangan Muda”, dan menghadirkan beberapa narasumber di hari pertama yaitu antara lain Rachmat Sarwono dari PT Industri Jamu Borobudur Semarang, dengan judul makalah “Inovasi Produk Herbal untuk Generasi Z”. Disusul narasumber berikutnya pada sesi II, yaitu Dr Lindayani MP akan mempresentasikan makalahnya tentang “Minuman Herbal Dari Zaman Old ke Kafe Modern”, serta presentasi narasumber sesi III oleh Bp. Felix Soleh Kuntoro dengan judul makalah “Geliat Empon-empon Era Pandemi: Sehat dan Sejahtera”.
Dalam penjelasannya, Ketua Panitia TJI Webinar Nasional Seri ke-3 Dr Laksmi Handayanie MP menerangkan perlunya diselenggarakan webinar dengan mengangkat topik Herbal untuk Kalangan Muda.
“Bahan herbal yang berbasis pada rempah-rempah maupun bahan makanan dan minuman berkhasiat warisan nenek moyang belum menjadi trend bagi kalangan anak muda Indonesia, sehingga perlu diperkenalkan sebagai kemasan dengan cara penyajian yang trendy,” jelasnya.
Dalam webinar ini dibahas tentang inovasi pengolahan produk jamu dan herbal lainnya. Produk jamu dan herbal ini diharapkan dapat meningkatkan imunitas dalam masa pandemi, terutama untuk kaum muda yang tidak familiar dengan produk herbal dan jamu. Harapannya setelah acara webinar ini kamu muda dapat menerima produk jamu dan herbal ini, tambahnya.
TJI (The Java Institute) melihat produk tradisional herbal dari Indonesia seperti rempah-rempah yang banyak terdapat di Pulau Jawa ini menarik untuk dikaji, sehingga TJI merasa perlu untuk mempertemukan para praktisi dan akademisi untuk bersama-sama berdiskusi dan mendiseminasikan hasil penelitiannya di forum webinar TJI, tambahnya.
Sebagai narasumber sesi I yang memaparkan materinya, Rachmat Sarwono sebagai pendiri dan Direktur Utama dari PT Industri Jamu Borobudur Semarang menyampaikan perlunya fasilitas yang memadai untuk mengolah rempah-rempah menjadi produk herbal.
“Industri jamu sangat menjanjikan, namun diharapkan local content-nya harus tinggi. Karena kebanyakan di Indonesia membuat produk tapi local content-nya rendah,” terangnya.
PT Industri Jamu Borobudur semakin mengembangkan usahanya dalam banyak produk yang lokal content-nya tinggi, diantaranya dibuktikan dengan beberapa sertifikat yang berhasil diraih seperti sertifikat CPOTB untuk sediaan tablet, pil, cream, kapsul, cairan obat luar dan serbuk seduhan. Demikian pula beroperasinya Borobudur Extraction Center dengan memproduksi ekstrak kental dan ekstrak kering, dan yang terakhir adalah ditambahnya mesin CO2 Extraction (SFE). Maka perlu selalu berinovasi, dan menggunakan mesin berteknologi tinggi supaya produk yang dihasilkan bisa bersaing dengan produk dari negera lain, tegasnya.
Dalam materi narasumber kedua, Dr Lindayani MP memaparkan tentang minuman herbal dari zaman old ke kafe modern. “Pengobatan yang sudah dilakukan sejak zaman dulu mengandung dua makna yaitu Djampi yang bermakna kesembuhan dan Oesodo yang bermakna kesehatan, sehingga harapannya jika kita beralih ke alternatif, ya dengan mengkonsumsi herbal atau jamu, maka kita menjadi sehat dan sembuh dari sakit,” jelasnya.
Dengan sentuhan teknologi modern, jamu sudah mengalami perubahan. Dengan mengkombinasikan teknologi dan jamu maka menghasilkan minuman herbal yang masuk ke kafe modern, salah satu contohnya adalah dengan metode brewing.
Manfaat herbal atau jamu juga diyakini oleh masyarakat dapat memberikan efek positif, diantaranya adalah bisa memperkuat daya tahan tubuh, meredakan keluhan datang bulan, menjaga kesehatan pencernaan, meredakan batuk, mencegah diabetes, dan mencegah kanker.
Lebih lanjut Dr Lindayani juga menambahkan, yang berperan dalam herbal atau jamu sehingga dapat memberikan manfaat ke tubuh kita adalah karena bahan-bahan herbal atau jamu tersebut merupakan bahan-bahan yang mengandung senyawa aktif yang bisa memberikan dampak kepada tubuh kita, seperti misalnya jahe, kunyit dan temulawak.
“Di Indonesia terdapat tiga macam obat herbal yang diumumkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yaitu obat tradisional (jamu, obat tradisional impor, obat tradisional lisensi), obat herbal terstandar (OHT), dan Fitofarmaka,” urai Dr Lindayani.
Sedang pada narasumber ketiga, Bp. Felix Soleh Kuntoro dengan judul makalahnya membahas tentang geliat empon-empon era pandemi: sehat dan sejahtera. “Pada awal pandemi covid-19, permintaan masyarakat terhadap produk empon-empon untuk jamu itu meningkat. Beberapa empon-empon yang sering dikonsumsi untuk jamu adalah jahe, kunyit, temulawak, laos dan kencur,” ucapnya.
Bahan-bahan tersebut juga bisa digunakan untuk menambah citarasa masakan pada kuliner atau masakan di rumah. Maka manfaat empon-empon cukup besar untuk kesehatan, bahkan bisa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk diperdagangkan dan memiliki prospek pasar yang sangat besar, tutupnya. (FAS)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi