Generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang juga pemegang nasib bangsa ini di masa yang akan datang, maka generasi mudalah pemegang tongkat estafet semua cita-cita bangsa dan negara ini di masa depan. Namun dalam prosesnya tidak semulus yang dibayangkan apalagi jika berbicara tentang sejarah bangsa Indonesia di era peralihan pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru.
Untuk merekonstruksi sejarah bangsa menurut istilah yang dipakai oleh Ita Fatia Nadia isteri Hersri Setiawan yang merupakan salah satu tokoh yang diceritakan dalam film “Pulau Buru Tanah Air Beta” dan disutradarai oleh Rahung Nasution, bersama dengan Ketua Program Studi Magister Lingkungan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata, P. Donny Danardono, SH., Mag. Hum maka diadakanlah acara pemutaran dan diskusi film pada hari Selasa (27/9) di ruang teater, gedung Thomas Aquinas Lantai 3 Unika Soegijapranata.
Film “Pulau Buru Tanah Air Beta” ini bercerita tentang tahanan politik atau eks tapol 1965 yang berada di Pulau Buru, Maluku. Film ini mengisahkan dua tahanan politik yang pernah dibuang ke sana, yaitu Hersri Setiawan dan Tedjabayu Sudjojono, yang kembali ke pulau tempat masa-masa tergelap kehidupan mereka.
Hersri Setiawan adalah sastrawan yang pada saat itu karyanya tidak diakui oleh pemerintah karena menentang kebijakan pemerintah orde baru. Di film ini, kita juga disuguhkan puisi-puisi karya Hersri Setiawan. Selama jadi tahanan politik, Hersri tak berniat ingin kabur, baginya Pulau Burulah pengharapan. “Harapan saya adalah bertahan lebih lama supaya bisa pulang” katanya dalam film tersebut.
Dalam film tersebut diceritakan juga interaksi antara warga lokal, pendatang dan juga para tahanan politik. Para transmigran menyebut bahwa mereka mengenal para tahanan politik dan menyebut mereka warga yang baik. Hersri bersama temannya juga seorang eks tahanan politik Tedja Bayu mengunjungi sebuah bangunan gedung kesenian yang dibangun oleh para tahanan-tahanan politik pada masa itu. Satu-satunya monumen yang tersisa adalah sebuah monumen kecil di Desa Savanajaya. Di situlah tertera nama-nama yang tidak mereka kenal. “Padahal yang bikin gedung kesenian adalah para tahanan seperti kami,” ungkap Tedjabayu sembari memandang monumen kecil tersebut.
Film ditutup adegan Hersri Setiawan menyambangi makam rekan sesama tahanan politik seperjuangannya bernama Heru yang dimakamkan ke Pulau Buru. Suasana haru langsung membekap di sana – ketika doa dipanjatkan.
Sisi lain, Ketua Program Studi Magister Lingkungan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata, P. Donny Danardono juga melihat bahwa dalam film dokumenter ini para aktornya tampil natural seperti halnya judul lagu The Beatles “Act Naturally”. Selain itu, di film ini kita bisa juga melihat pulau Buru yang menyimpan rekaman peristiwa yang pernah terjadi di sana, sehingga kita bisa belajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia. (Adr)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi