Hukum Humaniter Internasional (HHI) adalah salah satu cabang hukum publik internasional yang paling tua. Dan HHI dikenal juga sebagai hukum perang dan hukum konflik bersenjata. Dengan dua dimensinya, pengaturan atas tindakan permusuhan atau peperangan dan pelindungan bagi pihak dan obyek tertentu yang dilindunginya, HHI tetap merupakan topik yang penting dalam keadaan kini.
Baru-baru ini selama tiga hari, mulai tanggal 5 Oktober hingga 7 Oktober 2021, Delegasi Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Indonesia dan Timor-Leste beserta Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata bekerja sama untuk mengadakan suatu seri sesi atau kursus online singkat HHI.
“Rangkaian kegiatan sesi atau kursus singkat HHI ini adalah campuran dari lokakarya penyegaran HHI (IHL Refreshment Workshop) dan suatu ajang untuk pertemuan para pemangku kepentingan. Harapannya kursus singkat ini dapat memperkuat diseminasi dan pemahaman dasar fundamental HHI bagi peserta, memungkinkan suatu proses tukar pendapat di antara para peserta untuk topik-topik HHI tertentu dan implementasi HHI di Indonesia, serta memperkuat jaringan antara para peserta,” papar Dr Trihoni Nalesti Dewi SH MHum selaku Ketua Panitia Kursus HHI 2021.
Kursus HHI ini bersifat semi-publik, dan ditargetkan hanya untuk kurang lebih 60 peserta undangan yang terdiri dari otoritas pemerintah, akademisi, jurnalis, dan perwakilan organisasi lainnya.
Disamping itu Unika Soegijapranata juga memiliki relasi yang baik dengan ICRC, oleh karena itu beberapa kali Unika Soegijapranata menjadi penyelenggara kegiatan ICRC, salah satunya kursus online singkat HHI, ujar Dr Trihoni menambahkan.
Dalam kursus online di hari ketiga, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan mengenai implementasi HHI di Indonesia berikut tantangannya untuk menegakkannya yang dipaparkan oleh dua narasumber yaitu Tudiono SH MPP dari Sekretariat PANTAP Humaniter/Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional KemenkumHAM-RI dan Dr Heribertus Jaka Triyana SH LLM MA dari Universitas Gadjah Mada.
Yang pertama, ternyata profesi yang mendasarkan pada Hukum Humaniter sangat lebar, terutama profesi-profesi dalam misi internasional.
Kedua, Pemerintah Indonesia juga telah melakukan implementasi yang cukup banyak dan cukup intens terhadap hukum humaniter. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya beberapa ratifikasi perjanjian internasional, dan ratifikasi itu dibentuk dalam undang-undang.
Ketiga, perlunya dibangun suatu aliansi strategis antara pemerintah, TNI, perguruan tinggi, ICRC, media, PMI dan sebagainya, yang membuktikan apabila kita membahas hukum humaniter kita tidak sendirian.
Keempat, pemahaman hukum humaniter diharapkan bisa dipahami oleh masyarakat umum dan tidak secara eksklusif untuk kalangan tertentu saja. (FAS)