Dua universitas besar di Semarang yaitu Universitas Diponegoro dan Universitas Katolik Soegijapranata melakukan kolaborasi riset pencegahan stunting di Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan pendanaan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui skema Program Flagship Prioritas Riset Nasional (PRN).
Riset ini diketuai oleh Dr Mada Triandala Sibero yang merupakan salah satu dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan UNDIP dengan anggota peneliti yaitu Cynthia Andriani MSc dan Dea Nathania MS keduanya dosen Fakultas Teknologi Pertanian UNIKA Soegijapranata.
Kolaborasi riset pencegahan stunting ini mulai dilaksanakan sejak bulan September 2021 hingga Desember 2021. Dan yang melatar belakangi riset ini berdasarkan pada data Kemenko PMK pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa wilayah Sumba memiliki angka stunting yang sangat tinggi (28,2%) dibandingkan dengan rata-rata angka stunting nasional. Lebih lagi, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya sendiri merupakan lokus stunting di NTT. Alasan ini menjadi dasar penentuan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Dr Sibero dan tim.
Adapun Stunting adalah kondisi kekurangan gizi yang ditandai dengan tinggi anak yang lebih pendek (kerdil) dibandingkan dengan anak seusianya (Buletin Stunting,2018, hal.2). Keadaan ini mampu mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak, baik secara fisik maupun mental.
Diskusi awal dengan berbagai stakeholder menyebutkan bahwa kasus stunting yang terdapat di Sumba tidak hanya dipicu oleh kurangnya kebutuhan asupan gizi anak, namun juga pada rendahnya kesadaran dan pemahaman orang tua akan pemenuhan kebutuhan gizi anak.
Maka dari pada itu, tim peneliti berfokus untuk melakukan edukasi kepada ibu dan calon ibu (remaja putri) yang memiliki peranan penting dalam gerakan pencegahan stunting. Untuk itu, tim peneliti melakukan Gerakan “Aku+Ibu Bisa”.
Program ini merupakan sebuah inisiasi dalam bentuk model intervensi untuk menjawab tantangan stunting di Sumba melalui gerakan: (1) “Aku Bisa”, berupa penyediaan kotak makan gizi dan materi edukasi gizi berimbang untuk remaja putri usia >15 tahun yaitu siswi SMK Kasimo Plus Tambolaka, Sumba Barat Daya dan (2) “Ibu Bisa”, yaitu pengembangan materi edukasi dan wadah makan balita yang mudah dipahami bagi ibu yang memiliki anak balita pada tiga desa di Sumba Barat.
Riset ini melibatkan peran serta dari berbagai stakeholder: NGO lokal Sumba Foundation, POKJA Stunting NTT, start-up Nutriolab, serta Sibero Project.
Menariknya, tim peneliti juga menggandeng para diaspora Indonesia di Amerika (Zenia Adiwijaya, mahasiswa Master MIT), Kanada (Claudia Wijaya, product designer professional), serta Thailand (Sylvia Indriani, mahasiswa PhD KMITL) yang memiliki visi yang sama, yaitu memajukan Indonesia melalui bidang Teknologi Pangan dan Gizi.
Sejak bulan September 2021, tim peneliti telah memulai perencanaan program melalui diskusi dan koordinasi secara virtual dan membuahkan hasil alat intervensi berupa materi edukasi gizi untuk ibu dan anak dalam bentuk flashcard serta kotak makan personal yang didesain mencakup karbohidrat, lauk pauk, serta sayur dan buah.
Alat intervensi yang dihasilkan kemudian digunakan oleh tim peneliti saat melakukan kegiatan turun lapang di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.
Dalam implementasinya, sebanyak 103 siswi dari SMK Plus Kasimo, Tambolaka, Sumba Barat Daya bersedia menjadi responden untuk program “Aku Bisa” dan 66 ibu dari desa Wepaila, Hobajangi dan Praimanakah (Sumba Barat) untuk program “Ibu Bisa”.
Penelitian yang dilakukan mengungkapkan fakta bahwa kondisi status gizi responden di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya memiliki BMI di bawah rata-rata. Hal ini karena kurangnya asupan protein dalam pola konsumsi harian akibat keterbatasan akses (biaya, ketersediaan, serta keterbatasan kemampuan pengolahan pangan).
Dr Sibero mengungkapkan “Skema Gerakan “Aku+Ibu Bisa” ini dapat menjadi model intervensi untuk perbaikan status gizi masyarakat di Sumba melalui pendekatan pola asuh yang akan berdampak terhadap perbaikan status gizi anak di masa mendatang. Kami menyadari bahwa kekayaan alam Sumba Barat dan Sumba Barat Daya mungkin tidak sebesar di wilayah-wilayah lain di Indonesia, namun kita bisa berkolaborasi antara Universitas, Pemerintah, bahkan industri dan perusahaan untuk membantu saudara/i dan adik-adik di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya agar terhindar dari stunting. Salah satu yang kita bias kerjakan bersama adalah pembuatan makanan berbahan baku lokal yang mampu memenuhi asupan gizi adik-adik di sini”.
Tim peneliti ini juga berencana untuk melanjutkan kajian pencegahan stunting di Sumba melalui program edukasi gizi ini yang dilengkapi dengan intervensi menu makanan gizi berimbang kaya protein dalam bentuk feeding program secara berkala. (ktbt: Cynthia A)