SEMARANG, (24/11) Perintah Presiden Joko Widodo kepada aparat agar kapal nelayan asing yang langsung dibakar akan membalikan kondisi pemerintah Indonesia karena dapat dituntut balik oleh pemerintah negara lain. Bila saran itu dilakukan bisa saja memanaskan politik antara negara Indonesia dan negara lain.
Kesimpulan tersebut muncul dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata bertema Tindak Pidana Perikanan, Kelautan dan Permasalahannya dengan menghadirkan pembicara tunggal Yoes Soemaryono, Hakim Ad. Hoc Pengadilan Tindak Pidana Perikanan dan Kelautan Pengadilan Negeri Medan.
“Saya percaya perintah tersebut muncul sebagai upaya penciptaan efek getar bagi negara-negara yang secara sengaja membiarkan para nelayannya melakukan pencurian di wilayah Indonesia. Jika perintah itu dilakukan, kita justru melanggar hukum,” ujar Yoes di depan peserta, Senin (24/11) di Ruang Teater Gedung Thomas Aquinas.
Dalam catatan Yoes, negara-negara yang membiarkan nelayan-nelayannya mencuri ikan di sebelas titik Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia a.l Thailand, Vietnam, Malaysia, China, Filipina dan Taiwan.
Pencuri-pencuri ikan tersebut paling sering beroperasi di Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan, Laut Sulawesi-Teluk Tomini, Perairan Laut Aru, Arafuru dan Laut Timor bagian timur.
Sepanjang 2007 hingga 2014 para pencuri ikan tersebut umumnya melakukan pelanggaran berupa a.l. Tidak memiliki dokumen izin, memiliki izin tapi melanggar ketentuan seperti alat tangkap, fishing ground, port of call, pemalsuan dokumen, manipulasi persyaratan (DC, Bill of sale), transhipment di laut, tidak melapor di PP, bendera ganda (double flagging).
Meski demikian Yoes mengakui pengawasan seluruh wilayah Indonesia relatif berat mengingat jumlah Kapal Pengawas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan hanya berjumlah 27 Unit yang terbagi dalam dua wilayah timur dan barat.
Uniknya hingga Oktober tahun ini, justru pelaku pencurian atau pelanggaran perikanan dan kelautan lebih banyak dilakukan oleh nelayan Indonesia sejumlah unit kapal sementara nelayan asing masing-masing Vietnam (8 unit) dan Thailand (1 unit).
“Selain itu, tak sedikit kapal Indonesia yang ditangkap karena melakukan pencurian ikan di wilayah negara asing. Sepanjang 2011-2014 ada 119 kapal dan 674 nelayan yang ditangkap negara lain,” tutur Yoes.
Negara-negara yang menangkap nelayan Indonesia a.l Malaysia, Australia, Republik Palau, Papua Nugini, Timor Leste dan India. Malaysia menangkap 72 kapal sementara Australia menangkap 37 kapal.
Selain itu Yoes mencatat keterbatasan jumlah hakim Ad. Hoc Pengadilan Tindak Pidana Perikanan dan Kelautan. Sejak dibentuk tahun 2007, hanya terdapat 56 hakim. (algooth-teo)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi