Salah satu mahasiswi Fakultas Psikologi, Soegijapranata Catholic University (SCU), Iannicka Putri Ayu Ratnamanikka atau kerap disapa Nicka, berhasil meraih juara 1 dalam ajang PSYFERIA 2022 yang diadakan oleh Universitas Padjajaran Bandung. Mahasiswi angkatan 2021 tersebut mengikuti lomba kategori esai ilmiah pada (1/9/2022).
“Transformasi Kebiasaan Self-Diagnosis Menjadi Swa Periksa dan Analisis 4D untuk Terhindar dari Cyberchondria” merupakan judul esai ilmiah yang diangkat oleh Nicka pada lomba ini. Berangkat dari perkembangan teknologi informasi yang menjadi internet sebagai wadah informasi terpercaya. Hal ini juga akan memudahkan masyarakat untuk mencari informasi seputar kesehatan pula.
Salah satu konten berita yang disorot oleh Nicka dalam karya lombanya adalah konten-konten tentang mental illness di sosial media. “Konten-konten mengenai mental illness itu kan tersebar dimana-mana, media sosial manapun. Jadi terkadang untuk beberapa orang, info-info mental illness yang ada di media sosial seperti dijadikan acuan, padahal kan belum tentu benar,” tuturnya.
Nicka menuturkan kekhawatirannya apabila konten berita yang belum tentu kebenarannya lalu dijadikan patokan untuk melakukan diagnosis mandiri (self-diagnosis). Hal ini dapat membuat seseorang akan merasa khawatir karena terlalu mempercayai informasi yang didapat dari internet bukan dari para profesional ahli. Dari kekhawatiran tersebut akan menimbulkan gangguan kecemasan, seperti Cyberchondria.
Cyberchondria merupakan istilah dari cyber (dunia maya) dan hypochondria (kecemasan terhadap penyakit), sehingga cyberchondria dapat didefinisikan sebagai kecemasan ekstrem tak masuk akal akibat terlalu sering mencari informasi kesehatan di internet. Maka bila ditafsirkan, sebagai sindrom kompulsif digital transdiagnostic. Dimana seseorang akan terus mencari tentang informasi mengenai gangguan mental akibat adanya rasa intoleran terhadap kecocokan gejala yang dialami dan ditemukan di internet.
Oleh karena itu, Nicka memberikan solusi kepada individu dengan melakukan analisis 4D (dysfunction, distress, deviance, dangerousness) secara mandiri untuk mendeteksi dini gangguan psikologis daripada melakukan self-diagnosis melalui internet. 4D merupakan diagnosis dari Diagnostic and Statistical Manual edisi revisi teks keempat (DSM IV-TR).
Disfungsi (dysfunction) ini merujuk pada ketidakmampuan melakukan kegiatan sehari-hari, seperti kesulitan untuk berkonsentrasi, kurang bersemangat, dan sulit mencari kesenangan dalam aktivitas sehari-hari. Distress, menunjukkan bagaimana individu merasa tertekan, cemas berlebih terhadap setiap masalah. Penyimpangan (deviance), perilaku ini dicirikan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat. Terakhir menimbulkan bahaya (dangerousness), suatu perilaku dikatakan berbahaya apabila dapat menyakiti atau membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Perilaku berbahaya dapat dicirikan seperti melakukan self-harm, aksi bunuh diri, dan pembunuhan berencana.
“Analisis 4D ini masih merupakan analisis yang bersifat subyektif karena perspektif yang diambil setiap orang berbeda-beda. Sehingga apabila individu menemukan tanda-tanda gejala seperti salah satu dari perilaku abnormal 4D bisa langsung melakukan konsultasi kepada Psikolog atau Psikiater,” tutupnya. [Humas Unika Soegijapranata/Dim]
