Serial Diskusi Arsitektur dan Desain (SDAD) ke-5 Unika Soegijapranata telah diselenggarakan pada Kamis (14/7) secara daring. Pada acara diskusi kali ini, SDAD membahas potensi karya Karsten sebagai faktor penguat branding Kota Semarang. Dalam acara diskusi menghadirkan dua narasumber yaitu dari Dosen Progdi Arsitektur (Dr. Ir. Albertus Sidharta M., MT) dan Dosen Progdi DKV (Bayu Widiantoro ST, M.Sn.)
Tanpa adanya campur tangan dari city planner atau salah satu tokoh arsitek kelahiran Belanda, Thomas Karsten, Semarang tidak akan mempunyai bentuk-bentuk bangunan yang nyaman untuk aktivitas penduduknya. Ir. Albertus juga menyampaikan bahwa kenyamanan tersebut diantaranya adalah karena ruas jalan yang cukup lebar, yang diimbangi dengan luasan lahan cukup lebar serta dimensi rumah yang besar, sehingga membuat nyaman dilihat saat seseoarang melintas dengan kecepatan relatif tinggi.
Selain itu, Ir. Albertus juga menekankan, sistem penzoningan juga merupakan bagian penting dalam melakukan beragam kegiatan sehingga membuat seseorang lebih mudah dalam menemukan hal yang dibutuhkan. Maka sebuah kenyamanan dalam beraktifitas salah satunya ditentukan dengan bagaimana seseorang dapat melihat dengan baik papan-papan yang ada di sekitarnya, baik jalur yang sudah dilewati ataupun jalur yang akan dilewati.
“Dengan begitu, ini menunjukan bahwa di Kota Semarang didapatkan kenyamanan dalam beraktifitas dan hal ini didapatkan model tata kota hasil dari penataan yang dilakukan oleh Thomas Karsten,” ungkap dosen arsitektur itu.
Kenyamanan yang sudah dirasakan oleh banyak orang ini, tidak menutup kemungkinan dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang dapat dimasukkan ke dalam pembentukan city branding Kota Semarang. Pada sesi tentang branding, Bayu Widiantoro beberapa kali kerap menyoroti betapa pentingnya tagline yang digunakan oleh suatu kota. Sehingga merasa bahwa tagline merupakan hal yang penting karena sebagai pengingat suatu kondisi kota tersebut. “Sebuah brand semestinya dapat ditangkap secara mudah oleh target melalui pesan yang disampaikan melalui proses branding-nya. Jika berdasarkan dari fungsi sebuah city branding adalah untuk mendatangkan wisatawan ke kota Semarang,” pungkas Bayu.
Oleh karena itu, Bayu menyatakan sebuah brand itu dapat berasal dari hasil penguatan terhadap apa yang sudah dirasakan oleh penduduk kota/target branding, atau juga dapat dibangun melalui dari potensi yang belum tergali dengan baik dari sebuah kota.
“Maka pengembangan image melalui apa yang sudah dikenal akan menjadi sesuatu yang lebih memudahkan saat akan membangun sebuah brand pada kota. Aspek Sejarah, budaya, produk lokal, cerita legenda, atau pengalaman tokoh, atau suasana sebuah kota yang dirasakan oleh orang yang beraktifitas di dalamnya menjadi sesuatu yang dapat lebih mudah diterima oleh target dalam pengenalan sebuah brand kota,” jelas dosen desain komunikasi visual itu. (Dim)