Pemilu legislatif sebentar lagi digelar. Berbagai harapan dipanjatkan agar pesta demokrasi lma tahunan itu dapat diselenggarakan dengan sukses. Tentu kesuksesan pemilu bukan saja tanggung jawab pelaksana pemilu. Amun secara sadar warga sepatutnya dengan berbagai cara juga ikut menyukseskannya.
Umat Katoilik di Unika Seogijapranata mencoba berpartisipasi dengan mengadakan diskusi dengan tema “Umat Katolik Menegaskan Sikap Politik 2014”. Acara yang diselenggarakan pada hari Sabtu (1/3) dimotori oleh The Soegijapranata Institute (TSI).
Hadir sebagai narasumber ialah Mgr. J. Pujasumarta, Uskup Keuskupan Agung Semarang, serta Dra. Hj. Rustriningsing, M.Si. Peserta yang mengikuti diskusi ini pun beragam. Selain mahasiswa, ada pula para caleg, siswa-siswi SMU Van Lith Muntilan, rohaniwan, pengurus gereja, awak media, dan beberapa komunitas lain.
Dalam sambutannya, Rektor Unika, Prof. Budi Widianarko, berharap,”Dengan mengikuti diskusi ini, wawasan kita bisa lebih terbuka. Tidak hanya terpesona melihat para caleg yang fotonya bertebaran di mana-mana , tetapi mencoba mencari tahu latar belakang masing-masing caleg.”
Dalam paparannya, Rustriningsih yang pernah menjadi Wakil Gubernur Jawa Tengah mengaku prihatin dengan keadaan masyarakat kita yang mulai terjangkit telenovelaisme. “Masyarakat kadang mudah jatuh hati kepada para pemimpin yang tampil dengan ‘mengharu biru’, tetapi belum pernah melihat sepak terjangnya seperti apa,” tutur mantan bupati Kebumen ini.
Rustri menaruh harap Pemilu tahun ini bisa menciptakan pemimpin yang bukan sekonyong-konyong tetapi dilihat dari rekam jejaknya. Rustri juga mengingatkan kepada umat Katolik agar bisa memberi pencerahan pada Pemilu nanti, jadi tidak hanya sekedar nyoblos. “Saya berharap kita menjadi pemilih yang rasional karena pemilih yang rasional akan dapat mengalahkan pemilih yang irasional dan pragmatis,” ungkapnya.
Kepada para wakil rakyat yang terpilih nanti, Rustri berharap mereka berpegang pada keshalehan politik, yaitu sebagai wakil rakyat harus sadar bahwa yang mengawasi kerja mereka bukan hanya Bawaslu dan rakyat, tetapi ada Tuhan yang setiap saat melihat apa yang mereka lakukan.
Harapan Monseigneur
Sedangkan Mgr. Puja dalam paparannya menandaskan bahwa demokrasi kerakyatan adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Ini sesuai dengan sila keempat dalam Pancasila.
“Demokrasi di negeri ini luntur karena hilangnya hikmat kebijaksanaan atau kearifan. Mereka yang dipilih menjadi wakil rakyat tidak cukup arif mengemban amanatnya sehingga banyak muncul pelanggaran yang ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat,” tutur beliau.
Keadaan semacam itulah yang menyebabkan rakyat apatis dengan Pemilu karena merasa tidak ada pilihan. Oleh karena itu Mgr. Puja menegaskan, “Hanya rakyat yang cerdas yang mampu membangun demokrasi kerakyatan, bukan demokrasi seolah-olah.” (Kronik-teo)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi