Unika Soegijapranata dengan taglinenya ‘Talenta pro Patria et Humanitate’ tetap konsisten dalam memberikan wawasan kebangsaan pada para anak didiknya, salah satunya adalah diselenggarakannya kuliah kebangsaan setiap awal tahun ajaran baru seperti yang dilaksanakan pada Sabtu lalu (30/10) dengan memilih topik “Pancasila Rumah Kita”.
Kegiatan yang dilaksanakan secara online ini, menghadirkan Walikota Semarang sekaligus alumnus Unika Soegijapranata Dr Hendrar Prihadi SE MM sebagai narasumber, demikian juga Rektor Unika Dr Ferdinandus Hindiarto SPsi MSi juga hadir sebagai pemateri dalam kuliah kebangsaan tersebut.
Dalam pengantar sambutannya, Wakil Rektor Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni Dr Berta Bekti Retnawati SE MSi menjelaskan maksud dan tujuan penyelanggaraan kegiatan kuliah kebangsaan.
“Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan (LP3) Unika telah menggagas dan membuat berbagai macam hal terkait pembelajaran dan salah satunya adalah yang berkaitan dengan kebangsaan,” tuturnya.
Dan keinginan untuk membangun kebangsaan ini adalah harapan untuk bangsa ini di tengah pandemi covid-19 yang masih belum selesai dan untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda yang beberapa waktu lalu telah kita peringati.
Selain itu dengan perkembangan teknologi digital juga membawa pengaruh pada persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Maka kepada para milenial perlu kita ingatkan tentang kekuatan dan kesakralan Pancasila yang bisa menjadi andalan kita untuk menjaga kesatuan bangsa, lanjutnya.
Sedang Dr Hendrar Prihadi atau Hendi, dalam paparan materinya mencoba mengulik tentang kesadaran para milenial dalam menyikapi Pancasila.
“Unika Soegijapranata termasuk salah satu perguruan tinggi yang tetap konsisten menyelenggarakan pendidikan kepada para mahasiswa agar tetap mencintai NKRI dan Pancasila,” ungkap Dr Hendi.
Kita sepakat juga pada kehebatan dan kedasyatan Pancasila sebagai dasar negara karena kita adalah warganegara kesatuan Republik Indonesia. Tapi kemudian jika kita membuka mata lebar-lebar maka kita akan melihat mulai munculnya fenomena adanya kelompok-kelompok yang akan mengubah Pancasila sejak tahun 2015 hingga puncaknya saat pelaksanaan Pemilihan Presiden pada tahun 2019.
Munculnya fenomena tersebut berakibat munculnya sekat-sekat diantara warganegara yang dilandasi oleh perbedaan yang sengaja dimunculkan oleh kelompok-kelompok yang akan mengubah Pancasila.
Sementara para pengamat ekonomi di luar Indonesia sudah memperkirakan bahwa Indonesia di tahun 2045 akan menjadi negara dengan poros ekonomi terkuat di dunia.
Bahkan dalam survei yang dilakukan oleh Charity Aid Foundation (CAF) sebagai salah satu lembaga amal yang dimiliki oleh negara Inggris, menyatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan kepedulian tertinggi di dunia. Maka sebenarnya ini membuktikan bahwa Pancasila sudah mendarah daging pada warganegara dan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pintar dan peduli menjadi representasi nilai-nilai Pancasila dalam Revolusi Industri 4.0 di Kota Semarang, yang diejawantahkan menjadi bergerak bersama atau gotong royong yang menjadi kunci dalam memaksimalkan bonus demografi di era revolusi industri 4.0, tandasnya.
Sedang Dr Ferdinand selaku Rektor Unika yang memaparkan materinya pada sesi kedua, dengan belajar menghidupi Pancasila dengan sepakbola.
“Saya terbiasa mengimani sebuah proses dalam suatu usaha, itu saya dapatkan dari sepakbola. Bahwa untuk bermain dua kali empat puluh lima menit itu latihannya sangat keras dan dilakukan selama berbulan-bulan setiap pagi dan sore,” ungkapnya.
Dalam kondisi tersebut terdapat sebuah keyakinan, sebuah proses, ada koordinasi, ada kerjasama, ada saling menghormati, saling menghargai. Jadi segala hal tersebut memang ada dalam sepak bola.
Tidak perlu harus menjadi pemain atau pelatih untuk bisa banyak belajar menghidupi Pancasila dari sepak bola, karena banyak pula buku yang ditulis oleh penulis hebat tentang nilai-nilai hidup dari sepakbola, salah satunya yang ditulis oleh Romo Shindunata, pungkasnya. (FAS)