Oleh Andreas Lako, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) Unika Soegijapranata Semarang.
Strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan khusus dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memperkuat pemulihan perekonomian Jateng pada 2022 ini menjadi sangat mendesak atau krusial. Saya mengusulkan agar Gubemur Jateng dan para bupati-wali kota bisa menginisiasi terbentuknya program “Jaring Pemulihan Ekonomi Daerah atau JPED”.
PADA 17 Januari 2022, BPS Jawa Tengah merilis berita menggembirakan (good news) tentang kemiskinan dan ketimpangan sosial-ekonomi masyarakat Jawa Tengah (Jateng). Dalam rilis itu dinyatakan bahwa jumlah masyarakat miskin per September 2021 menurun 175.000 orang (4,25%) dari 4,12 juta orang (September 2020) menjadi 3,93 juta orang (September 2021) atau tingkat kemiskinannya menurun dari 11,84 persen menjadi 11,25 persen. Sementara ketimpangan yang diukur dengan Rasio Gini menurun kembali dari 0,372 (Maret 2021) menjadi 0,368 (September 2021).
Berita gembira itu melengkapi rilis BPS Jateng pada akhir November 2021. Dalam rilisnya BPS melaporkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jateng menurun dari 6,48 persen (Sepember 2020) menjadi 5,95 persen (September 2021) atau menurun 10.000 orang. Sementara penyerapan tenaga kerja meningkat 14.000 orang, yaitu dari 17,70 juta orang menjadi 17,84 juta orang.
Sejumlah dampak positif tersebut mendukung proyeksi saya pada awal 2021 yang menyatakan bahwa perekonomian Jateng pada 2021 akan pulih dan kemungkinan akan bertumbuh pada kisaran 2,0-4,4 persen (skenario pesimis-moderat). Dalam sejumlah kesempatan webinar di Bappeda dan Biro Perekonomian Jawa Tengah, saya menegaskan bahwa apabila proyeksi tersebut tercapai, maka dampak positifnya terhadap penurunan kemiskinan, pengangguran, serta ketimpangan sosial-ekonomi akan cukup signifikan. Begitu pula dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja dan kenaikan IPM (Indeks Pembangunan Manusia).
Ternyata proyeksi tersebut mendekati kenyataan. Selama Januari-September 2021, ekonomi Jateng telah bertumbuh 2,44 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang bertumbuh minus 2,65 persen. Pertumbuhan sekitar 192 persen tersebut telah berdampak positif pada penurunan kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran terbuka, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja, kenaikan IPM, kesejahteraan ekonomi masyarakat, dan lainnya.
Jaring Pemulihan Ekonomi
Hal tersebut menunjukkan bahwa arah, kebijakan, strategi, kolaborasi, sinergisitas, dan aksi-aksi pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sudah tepat dan perlu dilanjutkan serta diperkuat pada 2022. Sasarannya, agar implikasi positifnya, pada keuangan daerah dan kesejahteraan masyarakat kian besar.
Walau sudah tepat, namun haruss diakui bahwa pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2021 yang diperkirakan akan bertumbuh sekitar 2,1- 2,3 persen masih sangat rendah. Walau mulai pulih, kinerja perekonomian, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran atau lapangan usaha, belum sepenuhnya pulih. Karena itu, daya dorongnya perlu diperkuat agar implikasinya terhadap penurunan kemiskinan dan pengangguran dan ketimpangan kian besar. Demikian pula daya dorongnya terhadap pendapatan daerah dan kesejahteraan rakyat kian besar. Seperti diketahui, jumlah masyarakat miskin dan menganggur di Jateng masih besar. Demikian pula ketimpangan sosial-ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran di wilayah perkotaan masih merisaukan.
Karena itu, strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan khusus dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memperkuat pemulihan perekonomian Jateng pada 2022 ini menjadi sangat mendesak atau krusial. Saya mengusulkan agar Gubernur Jateng dan para bupati-wali kota bisa menginisiasi terbentuknya program “Jaring Pemulihan Ekonomi Daerah atau JPED”.
Tujuan dari JPED adalah membantu dunia usaha, baik usaha besar, menengah, kecil maupun mikro, untuk membangun atau mengoperasikan kembali usahanya yang sempat mati atau mati suri, selama masa pandemi Covid-19 pada 2020-2021. Selama masa pandemi Covid-19, ada banyak usaha yang tutup, mati suri atau kesulitan keuangan serius, sehingga kesulitan beroperasi. Pada masa pemulihan Covid19 mulai September 2011- akhir Januari 2022, tentu ada banyak perusahaan dan UMKM yang masih belum pulih dan bisa beroperasi kembali, karena mereka masih dililit kesulitan likuiditas atau kesulitan mendapatkan permodalan usaha. Karena itu, kehadiran JPED ini tentu akan sangat membantu mereka.
Sumber pendanaan JPED itu bisa diambil dari dana pemulihan ekonomi daerah yang dialokasi pemerintah pusat untuk tahun 2022 ini. Selain itu, bisa juga diambil dari pos-pos lain dalam APBD 2022, yang pemanfaatannya tidaklah mendesak. Apabila usulan ini diterima, maka pemerintah perlu menyiapkan tata kelola JPED agar arah, tujuan, dan sasarannya efektif.
Usulan ini diajukan selain karena masih ada banyak dunia usaha yang belum beroperasi kembali karena masih kesulitan pendanaan, juga karena dorongan pertumbuhan ekonomi Jateng dari sisi permintaan sangat mungkin akan kian pesat. Dalam rills BPS tentang pertumbuhan ekonomi pada Triwuan III 2021, terlihat semua komponen pengeluaran telah bertumbuh positif. Pertumbuhan terbesar dibukukan komponen ekspor dan impor masing-masing 16,85 persen dan 15,21 persen, lalu disusul pembentukan modal tetap bruto 5,22 persen. Konsumsi rumah tangga selaku komponen terbesar untuk permintaan ekonomi (59,70%) yang selama tahun 2020 bertumbuh minus, selama 9 bulan tahun 2021 telah kembali bertumbuh positif 1,48 persen.
Hal tersebut mengindikasikan, kalau tidak terjadi lagi peristiwa-pertiswa pandemi kejutan pada tahun baru ini, maka pertumbuhan permintaan ekonomi pada 2022 ini akan semakin pesat.
Merespons kemungkinan itu, pemerintah dan dunia usaha perlu segera mempersiapkan kekuatan dan daya ungkit sektor-sektor industri dalam lapangan usaha, khususnya sektor-sektor usaha yang menjadi basis kehidupan masyarakat dan penyerap tenaga kerja terbanyak seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, penyediaan akomodasi, dan makanan dan minuman, serta lain-nya.
Mayoritas bidang usaha dari para pelaku UMKM Jateng bergerak dalam sektor-sektor tersebut. Mayoritas UMKM juga beroperasi di wilayah perkotaan. Selama masa pandemik Covid-19, yang paling menderita dampak negatifnya adalah wilayah-wilayah perkotaan. Jumlah kemiskinan, pengangguran, dan tingkat ketimpangan sosial-ekonomi di wilayah perkotaan meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan wilayah pedesaan.
Karena itu, desain yang tepat program-program JPED dan pelaksanaannya difokuskan pada wilayah-wilayah perkotaan menjadi salah satu solusi jitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus menurunkan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan Jateng pada 2021 ini.
►Suara Merdeka 4 Februari 2022 hal. 4