Oleh: Aloys Budi Purnomo Pr, Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata, Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan Semarang.
KEMBALI umat Kristiani mengenang wafat Yesus Kristus pada Jumat 15 April 2022 dan kebangkitan-Nya pada Minggu 17 April 2022. Kenangan akan sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus melalui Perayaan Paskah selalu membentangkan dinamika kasih-Nya yang abadi dan pengkhianatan para murid yang dikasihi-Nya. Bentangan dinamis antara kasih-Nya yang abadi dan pengkhianatan manusia selalu relevan dan signifikan untuk direnungkan setiap kali umat Kristiani mengenang wafat Yesus Kristus pada Hari Jumat Agung dan merayakan kebangkitan-Nya, tiga hari sesudahnya.
Dinamika kehidupan sosial kita pun terbentang antara kasih dan kesetiaan dengan pengkhianatan-pengkhianatan yang menyertainya. Kasih dan kesetiaan dari pihak Allah dan pengkhianatan dari pihak manusia, kendati manusia telah dikasihi dengan kesetiaan yang abadi. Tragisnya, pada era digital media sosial, bahkan pengkhianatan itu justru diviralkan oleh lagak laku seakan membela Kristianitas, namun justru mengingkari pesan utama kasih setia yang diajarkan-Nya.
Kasih setia-Nya tidak memberi ruang bagi penistaan, penghinaan, dan perendahan terhadap sesama. Alih-alih, kasih setia-Nya juga memuncak dalam pengampunan, damai sejahtera, dan bukan balas dendam, apalagi penistaan dan penghinaan, bahkan sekalipun terhadap musuh. Alih-alih membenci, Yesus mengajarkan sikap mengampuni. Alih-alih balas dendam, Yesus mengajarkan cinta kasih dan pengampunan mendalam.
Dalam diri Yesus Kristus yang sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya dikenang dan dirayakan umat Kristiani sejagat, para perayaan Paskah terpancar kasih setia-Nya yang abadi. Meski Yesus Kristus dikhianati, namun Ia tetap setia sebab Ia tidak bisa mengkhianati kasih-Nya kepada Bapa dan manusia. Meski Yesus menderita pengkhianatan oleh Yudas Iskariot, murid yang menjual-Nya kepada para serdadu dan pemimpin Yahudi, dan oleh Simon Petrus, murid yang menyangkal-Nya, namun kasih kesetiaan dan kerahiman-Nya tidak berubah.
Bahkan, Yesus Kristus pun dikhianati oleh orang-orang yang menyambut-Nya dan menyanyikan hosanna kepada-Nya saat memasuki kota Yerusalem (pada Minggu Palma), namun hanya dalam beberapa hari kemudian, pada hari Jumatnya, mereka berteriak secara provokatif: “Salibkan Dia!” (Matius 27:22). Yesus dikhianati pula oleh institusi keagamaan sebangsa-Nya yang secara tidak adil menghujat-Nya dan berkongkalikong dengan institusi politik Romawi kala itu yang mencuci tangannya demi menyalibkan Dia!
Hebat-Nya, Yesus Kristus tetap setia dan tidak berubah terhadap mereka. Alih-alih Yesus Kristus justru mengampuni mereka. Maka, Yesus Kristus pun berdoa dari kayu salib-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang telah mereka lakukan!” (Lukas 23:34).
Kesetiaan dan kerahiman-Nya yang sama tertuju bagi umat manusia dan alam semesta segala masa. Maka saat Umat Katolik mengikuti ibadah atau misa secara online, dapat merenungkan semua pengkhianatan kecil atau besar yang telah dilakukan terhadap Dia. Umat Kristiani juga bisa memikirkan pengkhianatan yang mungkin dialami dalam hidupnya terhadap sesama dan alam semesta.
Dapat dirasakan, betapa mengerikan saat menemukan bahwa kepercayaan kita telah dikhianati. Namun seberapa sering kita telah mengkhianati Tuhan, sesama dan semesta alam? Kerahiman dan kesetiaan-Nya tidak berubah sebab kekal abadi kasih setia Tuhan bagi kita. Bila demikian masihkah kita tega mengkhianati Dia dan orang-orang yang mengasihi kita?
Berbuah Ekologis
Kenangan akan wafat Yesus Kristus dan perayaan Paskah mestinya menjadi momentum bagi umat Kristiani untuk hidup baru, teguh dalam beriman, dan berbuah dalam kehidupan nyata. Salah satu buah yang bisa ditawarkan adalah buah ekologis. Apa maknanya?
Pertama, buah ekologis tampak dalam kesadaran bahwa kita semua saling terhubung satu terhadap yang lain. Karenanya, setiap perilaku dan sikap kita akan berdampak pada sesama dan alam semesta. Merusak lingkungan di satu tempat akan berdampak pada tempat lain sebagai konsekuensi logis kesalingterhubungan tersebut.
Kedua, kasih dan kesetiaan Tuhan mestinya menumbuhkan sikap saling menghargai atas dasar solidaritas dan bela rasa yang hari-hari ini sangat kuat mewamai hidup kita. Seperti ditawarkan Paus Fransiskus dalam homili Minggu Palma (5 April 2020): Mari kita lihat ke dalam diri kita. Jika kita jujur dengan diri kita sendiri kita bisa bertanya diri, berapa banyak kebohongan, kemunafikan, dan kepalsuan dalam hidup kita? Berapa banyak niat baik yang kita khianati sendiri? Berapa banyak janji yang kita langgar? Berapa banyak rencana baik kita yang belum terpenuhi?
Ketiga, Yesus Kristus menebus tak hanya manusia, melainkan juga alam semesta. Tuhan tahu hti kita lebih baik daripada kita sendiri mengenal diri kita. Dia tahu seberapa lemah dan rapuh kita, berapa kali kita jatuh, betapa sulitnya bagi kita untuk bangun dan betapa sulitnya untuk menyembuhkan luka-luka tertentu. Di sinilah kita diajak untuk teguh beriman. Hanya dengan iman yang teguh, maka kepedulian kepada sesama dan semesta bisa bertumbuh dan berbuah. Iman yang teguh menyadarkan kita akan kerahiman-Nya yang bersabda, “Aku akan menyembuhkan ketidaksetiaan mereka karena Aku sangat mencintai mereka.” (Hosea 14:5).
Selamat memasuki hari-hari suci penyelamatan Tuhan di tengah pandemi Covid-19 yang mulai melandai. Semangat hidup baru dengan tetap menjaga protokol kesehatan. (46)
#Suara Merdeka 14 April 2022 hal. 4