Oleh Prof Dr Ridwan Sanjaya, guru besar di bidang Sistem Informasi Unika Soegijapranata.
MFSKIPUN NFT sudah ada sebelumnya, gagasan Metaverse oleh Mail Zuckerberg menjelang akhir tahun 2021 telah memicu heboh NFT dan beberapa aset kripto lainnya. Hanya saja, tatkala Syahrani mengumumkan untuk menjual NFT yang dimilikinya, maka nama NFT makin dikenal publik secara luas dan semakin heboh ketika seorang anak muda mendapatkan miliaran rupiah dari foto dirinya yang dipasang di NFT marketplace. Sontak semua merasa ketinggalan dan ingin terlibat di dalamnya.
Seperti yang disampaikan oleh Andrew K Przybylski pada tahun 2013, fenomena Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan peristiwa seringkali terjadi dalam menyikapi berbagai hal baru terutama di dunia digital. FOMO merupakan perasaan yang meyakini setiap peristiwa merupakan kejadian yang tidak boleh dilewatkan. Sehingga proses pengambilan keputusan cenderung tergesa-gesa dan tidak melalui analisis yang matang.
Kejadian ini mengingatkan kita pada fenomena harga tanaman hias yang tiba-tiba menjulang tinggi sehingga banyak orang ingin ikut-ikutan terlibat sampai dengan menjual aset motor dan mobil untuk membelinya. Namun secara tiba-tiba pula harganya turun seharga tanaman hias pada umumnya. Akibatnya, banyak frustasi akibat investasinya tidak kembali. Suatu pelajaran berharga yang mengingatkan kita pada kondisi saat ini.
Apa itu NFT?
Bagi orang awam yang belum mencoba Non-Fungible Token atau disingkat NFT, secara singkat bisa diartikan sebagai sertifikat untuk aset digital yang kita daftarkan. Aset tersebut bisa berupa karya seni digital, perangkat lunak, aset yang didapatkan dalam permainan digital, musik, video, atau bahkan foto-foto yang kita hasilkan, termasuk foto selfie. Karena setiap sertifikat bisa mewakili aset yang berbeda, maka nilai setiap NFT bisa berbeda-beda.
Secara teknologi, NFT menggunakan teknologi blockchain yang membuatnya tetap otentik sejak diciptakan karena tercatat di berbagai tempat dan dapat diverifikasi. Keberadaan teknologi ini membuatnya digolongkan sebagai aset kripto yang sejak lahir menggunakan blockchain dalam pencatatan dan telusurnya. Selain itu, pasar jual-beli NFT menggunakan mata uang kripto untuk pembeliannya.
Apabila ada aset digital yang menarik, dibutuhkan, atau diinginkan, maka nilai NFT bisa semakin tinggi atau bahkan tidak masuk akal bila dilihat dari aset di dalamnya. Namun bukan berarti NFT merupakan penipuan karena jelas bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan untuk menjual karya-karyanya kepada publik. Para desainer, animator, pemusik, pembuat video, dan pemain game merupakan contoh yang diuntungkan dalam bisnis ini. Kondisinya menjadi negatif ketika kita ikut di dalam transaksi-transaksi yang tidak masuk akal, seperti halnya fenomena tanaman hias di atas. Dalam konteks ini, produk yang tiba-tiba menjulang tinggi harganya bisa saja terkait dengan kelompok hobi tertentu, kelompok bisnis spekulatif, atau benar-benar beruntung karena asetnya tiba-tiba dijadikan pilihan untuk ditingkatkan harganya.
Bagaimana Menyikapi?
Pandemi dan percepatan adopsi teknologi telah membuat banyak peluang yang dulunya tidak mungkin menjadi terbuka, terutama dalam hal bisnis. Seluruh dunia menjadi terkoneksi dan memungkinkan kita saling berinteraksi. Transaksi NFT ataupun transaksi aset fisik yang dilakukan secara digital merupakan keniscayaan yang akan kita hadapi pada masa sekarang dan mendatang. Kita perlu mengenal NFT dan aset kripto lainnya agar tidak mudah terkagum-kagum ataupun ketakutan akan fenomena-fenomena yang terjadi di dunia digital.
Fungsi NFT dalam menjembatani orang-orang kreatif untuk bisa menjual karyanya menjadi kesempatan yang perlu dicoba dan tidak perlu ditakuti. Justru dengan dikenali, dimengerti, sampai dengan menjadi bagian dari hidup sehari-hari akan membuat kita dapat memanfaatkan sisi-sisi positifnya.
Namun tetap sadar dan waspada karena kejadian-kejadian spekulatif dan negatif bukan hanya ada di dunia digital, melainkan justru lebih dahulu ada di dunia fisik. Sehingga jangan sampai terburu-buru dalam mengambil keputusan jika kita memilih untuk menjadi bagian dari bisnis jual-beli aset. NFT. Terutama ketika kita menyadari bahwa aset yang dijual tidak sebanding dengan nilai yang diperjualbelikan.
Selamat memanfaatkan dan memaksimalkan potensi yang ada! Jangan mudah terkagum-kagum ataupun takut yang berlebihan.(34)
►Suara Merdeka 24 Januari 2022 hal. 4