Korupsi Barang dan Jasa Terjadi di Semua Instansi
KPK baru-baru ini merilis hasil Survei Penilaian Integritas 2021. Hasilnya cukup mencengangkan. Salah satunya, semua instansi pemerintah ternyata mengalami korupsi barang dan jasa. Pakar Hukum dan Etika Politik Unika Soegijapranata, Benny D Setianto menuturkan, temuan tersebut menarik tetapi tidak mengejutkan. Disampaikannya, pencegahan korupsi merupakan salah satu tugas KPK, tetapi itu bukan satu-satunya tugas.
Sebagai lembaga yang diberi kewenangan khusus, maka hasil survei tersebut tidak bisa berhenti hanya sebagai indikator layaknya survei prosentase pemilihan Capres atau Pilkada tetapi merupakan indikasi yang harus ditindaklanjuti untuk memenuhi tugas pokok KPK lainnya.
“Maka yang ditunggu bukan pengumuman hasil surveinya tetapi apa yang akan dilakukan KPK,” tegasnya, Minggu (26/12).
Ditambahkannya, masih menjadi bagian dari fungsi pencegahan, KPK harus muncul dengan solusi. Bagaimana menciptakan sistem antikorupsi yang lebih baik (jika temuannya adalah korupsi yang sistemik pada lembaga), atau penindakan yang lebih baik terhadap oknum (jika temuannya adalah oknum).
“Tanpa melakukan tindak lanjut sebagaimana yang saya sampaikan, maka KPK hanya menabuh gong yang sudah bergaung dengan alat pemukul drum. Terdengar beda dengan bunyi gong yang sudah bergaung tetapi tidak menambah kekuatan gaung. Hanya sekedar berbeda. Ini yang sangat disayangkan, maka tindak lanjut dan temuan itu yang kita tunggu,” ujar Benny.
Sementara itu, Peneliti Politik Kebijakan Publik-Unnes, Cahyo Seftyono, juga menuturkan, hasil survei ini sebenarnya tidak benar-benar mengejutkan. Karena memang beberapa survei lain yang serupa mengindikasikan hal yang kurang lebih sama. Terjadi korupsi di lembaga pemerintah di segala bidang. Bahkan versi Transparency International, Indonesia menempati ranking 102 dari 180 negara yang masuk pemeringkatan.
“Secara rinci saya sendiri belum mengetahui secara mendetail terkait sektor-sektor apa saja yang menjadi sasaran korupsi. Hanya saja, betul, peran pimpinan dalam kaitannya mempengaruhi/ mengintervensi kebijakan tentu sangat penting. Baik untuk meminimalisir oknum maupun yang sistemik,” tambahnya.
Menurutnya, keduanya perlu didekati secara berbeda, mengingat sekarang sudah zamannya jabatan itu ditender atau lewat tallent scouting. Jadi semestinya yang berkualitas dan berintegritas itu sudah bisa dilacak sejak awal penempatan posisi-posisi strategis. Sedangkan untuk yang sistematis, tentu butuh upaya yang menyeluruh. Karena korupsi yang sistematis ini memang tidak hanya dilakukan satu dua orang tetapi bersama-sama yang muncul dari berbagai level.
“Kontrol terhadap kinerja dan proses-proses yang melibatkan dana negara dengan demikian juga perlu diawasi secara lebih komprehensif dari berbagai lapisan. Korupsi yang demikian bisa juga disikapi dengan pendekatan reward and punishment yang lebih baik dan tegas,” tuturnya.
Beberapa Fakta
Seperti yang diketahui Survei Penilaian Integritas 2021 mengungkap beberapa fakta mencengangkan. Di antaranya 99 % instansi pemerintah mengalami penyalahgunaan fasilitas kantor, 100 % instansi pemerintah mengalami korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, 99 % instansi pemerintah mengalami korupsi dalam promosi atau mutasi SDM, 98% instansi pemerintah mengalami suap atau gratifikasi, dan 99% instansi mengalami intervensi.
Demikian kesimpulan dari survei yang digelar KPK dan dirilis Kamis (23/12) serta diunggah untuk publik melalui saluran Youtube KPK RI. Riset tersebut dikerjakan oleh PT MarkPlus Indonesia.
Survei tersebut bertujuan. untuk meningkatkan kesadaran risiko korupsi dan memperbaiki sistem antikorupsi di lembaga pemerintahan.
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengapresiasi peranan MarkPlus sebagai pelaksana SPI 2021.
“Secara khusus kami berterima kasih kepada MarkPlus sebagai pelaksana survei ini ke lapangan,” ujar dia.
Perusahaan konsultan yang didirikan pakar pemasaran Hermawan Kartajaya 31 tahun lalu itu, bertugas mengumpulkan data secara daring. Di tempat yang koneksi internet tidak bagus, dilakukan secara CAPI (Computer Assisted Personal Interview).
Survei Penilaian Integritas KPK melibatkan 508 Pemerintah Kabupaten/Kota, 98 Kementerian/Lembaga, 34 Pemerintah Provinsi, BPK, BPKP, Ombudsman, media, dan masyarakat.
Meski data hasil secara pengumpulan data menarik, tapi yang lebih penting adalah tujuan dari survei itu.
“Ini bukan menilai kita gagal atau tidak, inilah baseline pemetaan korupsi di Indonesia sekaligus identifikasi di sebelah mana yang harus diperbaiki,” ujar Pahala Nainggolan.
“Yang kami potret adalah korupsi pengadaan barang dan jasa ada di semua instansi, lima yang kita duga sebagai pertanyaan SPI ada di hampir semua instansi, derajatnya saja yang membedakan. Ada yang sistemik dan ada yang oknum. Mana yang sistemik atau oknum kita lihat di detail masing-masing,” tambahnya.
Lebih lanjut Pahala menyatakan bahwa intervensi itu yang paling bahaya karena merusak sistem baik di pengadaan barang dan jasa maupun di pelayanan publik.
“Intinya, kelimanya tidak usah dibahas mana yang lebih parah, derajatnya saja yang membedakan,” kata dia.
Sementara itu, Deputy Chairman MarkPlus Inc. Taufik, yang menjadi koordinator proses pengumpulan data menyatakan bahwa SPI KPK 2021 itu seperti mission impossible.
“Berdasarkan pengalaman survei besar yang selama ini dilakukan MarkPlus, untuk mencapai target maksimal 194.060 responden, dibutuhkan waktu setidaknya 8 bulan. Tapi, karena terkait dengan proses pengadaan di KPK, akhirnya waktu yang tersisa untuk pengumpulan data praktis tidak sampai 4 bulan,” katanya dalam rilis kepada media.
Tim MarkPlus lanjut dia, akhirnya berhasil mendapatkan 227.468 responden atau jauh di atas target maksimal yang ditetapkan KPK, setelah menghubungi lebih dari 3 juta calon responden.
►Suara Merdeka 27 Desember 2021 hal. 1, 7