MUNGKIN kondisi di Jabar bisa terjadi di Jateng, karena fakta di lapangan menunjukkan pertumbuhan ekonomi provinsi yang memiliki luas wilayah 34.548 km persegi itu sekitar 5,5 persen (yoy), lebih lambat dari tahun lalu.
Struktur ekonomi masih didomonasi industri pengolahan sekitar 36 persen, sedang sisi pengeluaran masih didominasi komponen pengeluaran rumah tangga sekitar 64 persen.
Berdasarkan hal itu, kondisi ekonomi Jateng memang melambat. Tapi pertumbuhan saja tidak cukup, yang lebih tepat adalah melihat daya beli masyarakat.
Meski sisi pengeluaran terbesar adalah untuk konsumsi, daya beli masyarakat disinyalir mengalami penurunan. Banyak retail dan perdagangan yang mengeluhkan hal yang sama, yakni penurunan daya beli masyarakat.
Di sisi lain, penggerak ekonomi Jateng adalah industri pengolahan, khususnya tekstil paling dominan. Dengan nilai kurs yang melemah, harga energi yang meningkat, berarti biaya produksi naik. Kenaikan biaya produksi akan dibebankan ke konsumen.
Sehingga, jika daya beli turun, pilihannya adalah menentukan prioritas konsumen. Tekstil bukan barang primer, sehingga terdapat kemungkinan produksi tekstil tidak terserap. (wan)