SEMARANG (KRjogja .com)– Generasi sekarang (anak muda kelahiran antara tahun sekitar 1980 sampai 2000-an atau banyak disebut kalangan psikologi sebagai Gen Y, generasi "anak") seringkali dianggap oleh generasi sebelumnya (generasi orang tua, bapak-ibu dari Gen Y) yang lahir antara 1960 sampai 1980 (Gen X) sebagai generasi yang kurang sopan santun, "urakan", bosanan, tidak loyal dan seabreg sebutan negatif lainnya. Di sisi lain, Gen Y menganggap para generasi X sebagai orang tua yang kolot, kuno, tidak kreatif dan lain sebagainya. Belakangan di kehidupan banyak terjadi benturan pendapat, norma, kondisi dan sejenisnya antara Gen X dan Gen Y karena berbagai faktor.
"Apalagi bila interaksi terjadi antara Gen Y dengan generasi Gen Baby Boomer atau generasi "Kakek-nenek" yang lahir sebelum tahun 1960, akan lebih susah kalau saling memahami satu sama lain. Antara Gen Y dengan Gen X saja sudah susah saling memahami, apalagi Y dengan baby Boomer? " ujar dosen dan pakar psikologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Ferdinand Hindiarto.
Menurutnya, kedua generasi (Gen X dan Y) harus bisa sama-sama memahami kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Gen tersebut dan bisa berkomunikasi dengan baik. Mengutip pendapat pakar psikologi Tulgan dan Martin, Ferdinand Hindiarto menyebut sejumlah profil positif dari Gen Y di antaranya percaya diri tinggi, self esteem kuat, berpendidikan, terbuka dan toleran, kuat dalam social network, fleksibel, kreatif, multi tasking dan berdunia wireless. Sisi negatif Gen Y di antaranya kehilangan social skill, jarang melakukan aktivitas olah raga dan aktivitas lain terkait kesehatan, minim rasa malu, "terapung apung" karena dimanja orang tuanya, suka mem-bully teman di media online, narsis, dan short attention span (sulit menyimak atau memperhatikan sesuatu secara serius dalam jangka lama).
"Gen X ciri menonjol salah satunya kerja keras untuk kemapapan finansial sehingga hidup untuk kerja dan biasanya saat masih muda Gen X hidupnya berat, usah secara finansial namun jiwa sosial tinggi dan saat ini banyak yang berhasil sukses karena kerja kerasnya itu dan hasilnya bisa dinikmati Gen Y (sebagai anak dari Gen X).
Namun karena hidupnya full waktu untuk kerja dan kerja sehingga tidak ada waktu untuk anak-anak mereka. Padahal tipe anak Gen Y adalah senang santai (banyak hiburan disamping serius belajar atau kuliah), akhirnya Gen Y rata-rata mendapatkan "perhatian" atau mencari pengakuan diri lewat berbagai media sosial dan gadget teknologi IT, setelah tidak "diperhatikan" orang tua maupun sekolahnya. Ini yang menyebabkan Gen Y kurang interaksi sosial dan dianggap tidak memiliki kepekaan sosial oleh para Gen X" tandas Ferdinand.
Lebih lanjut menurutnya, jumlah Gen Y saat ini mengisi sekitar 50 % lapangan kerja dunia dan diprediksi tahun 2030 akan ada sekitar 75 % lapangan kerja global dikuasai Gen Y. Sehingga sebagai tantangan dan harapan bagi para pengelola perusahaan maupun bagi Gen Y sendiri. Profil Gen Y yang melek teknologi, kreatif, inovatif, fleksibel, serba cepat dan lain-lain bisa mendatangkan harapan untuk kemajuan lembaga tempat mereka kerja. namun profil negatif Gen Y seperti easy going, short attention span, lemahnya social skill, rendahnya komitmen dan loyalitas bisa menghadirkan tantangan bagi para pengelola SDM dan para Gen Y sendiri. Para Gen Y ibarat seperti emas tetapi masih perlu disepuh agar bisa berkilau (tidak buram yang tidak menarik). (Sgi)
sumber : krjogja.com