SEMARANG – Rencana Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Prof Mohammad Nasir untuk membubuhkan hologram khusus pada ijazah perguruan tinggi, dinilai sebagai kemunduran.
Padahal, hologram khusus itu direncanakan untuk menanggulangi beredarnya ijazah palsu. Selain itu, penggunaan hologram pada ijazah juga dipandang belum bisa merujuk pada penanggung jawab validitas data di dalamnya.
Dosen Teknologi Informasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Dr Ridwan Sanjaya mengatakan, penggunaan hologram itu merupakan antiklimaks dari perkembangan teknologi yang diluncurkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Sebetulnya kementerian sudah membangun sistem teknologi dan pangkalan data sejak beberapa tahun lalu. ”Sistem teknologi dan pangkalan data itu sebenarnya sudah mampu menjawab tantangan yang ada, asalkan pengelola memahami teknis dalam menghubungkan ijazah dengan data yang telah dibangun.
Perguruan tinggi, bahkan sekolah, selain sudah menyertakan hologram, juga telah memasang kode batang dalam berbagai jenis yang dapat langsung mengarahkan pada sistem validasi data di masing-masing perguruan tinggi,’’ katanya.
Kepercayaan
Menurutnya, diperlukan kepercayaan terhadap kemandirian teknologi di masing-masing perguruan tinggi. Apalagi sistem informasi ini bukanlah teknologi yang sulit untuk diterapkan, mengingat banyak perguruan tinggi sudah menggunakan sistem informasi dalam mengelola data. Terlepas dari data yang selalu disetorkan kepada Kemristek Dikti setiap semester.
Penggunaan hologram itu juga mendorong sentralisasi. Semula Menteri Nasir mengatakan ijazah sudah berhologram khusus dan keluarnya terpusat melalui satu pintu, yaitu Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).
Pemusatan itu dikhawatirkan akan menimbulkan kerumitan. Salah satunya ketika pengelola kertas berhologram tidak dapat memenuhi jumlah dan tenggat waktu setiap perguruan tinggi yang berbeda-beda.
”Apakah jika ada masalah seperti halnya kasus STNK beberapa waktu lalu, perguruan tinggi harus menunda pengeluaran ijazah?” kata Ridwan. (H89-37)
sumber : berita.suaramerdeka.com