SEMARANG – Wujud kehidupan kampus yang ideal adalah suasana sukacita belajar bagi setiap insan di dalamnya. Ada istilah universitas merupakan rumah belajar. Mahasiswa ke kampus bukan hanya untuk dikuliahi, melainkan untuk belajar.
Dosen ke kampus bukan hanya untuk mengajar, melainkan terus belajar. Untuk mencapai kampus dengan kondisi tersebut, diperlukan dosen yang bukan hanya menonjol secara intelektual dan mampu mengajar.
Hal itu dipaparkan Rektor Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Prof Budi Widianarko dalam Seminar Pedagogi dan Andragogi Inspiratif ”The Joy of Learning” di Ruang Teater Gedung Thomas Aquinas, Jumat (10/7). ”Kebahagiaan dalam belajar hanya dapat terjadi jika dosen dan mahasiswa sama-sama menemukan kesukacitaan,” kata Budi.
Mencapainya dengan masingmasing keunikan dosen dan mahasiswa. Mereka membutuhkan kualitas interaksi yang baik antara dosen dan mahasiswa. ”Dalam interaksi dengan para mahasiswanya, seorang dosen berperan sebagai mentor yang dituntut memiliki sejumlah kualitas,” lanjut Budi.
Di antaranya kualitas sebagai teman sekaligus pembimbing dan pengasuh, lebih matang, memiliki otoritas akademik, dan bertindak sepenuh hati. Mentoring dosen cukup penting dalam menciptakan kesukacitaan belajar di kampus. Dosen harus terus menerus mengasah empati agar kampus tak sekadar diliputi semangat pragmatisme dan industrial belaka, melainkan betul-betul menjadi lembaga pendidikan.
Komponen Spiritualitas
Di samping sebagian kecil tujuan ekonomi, sebagian besar tujuan universitas adalah pendidikan. Memampukan individu mengembangkan intelektual, memajukan pengetahuan dan pemahaman, membentuk masyarakat beradap. Bahkan sebuah universitas yang memiliki mandat riset sekalipun menghasilkan produk pendidikan.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gajah Mada Yogyakarta Hani Handoko PhD mengatakan, dosen bukan sekadar pekerjaan. ”Kinerja dosen harus meliputi kompetensi, motivasi kerja, dan kontribusi,” kata Handoko. Kontribusi dapat diberikan secara optimum bila dosen dapat memaknai hidup dan pekerjaan.
”Itu hanya akan muncul jika seseorang memiliki visi, misi, dan nilai-nilai kehidupan yang berarti. Kebermaknaan kerja berarti menemukan kegembiraan, kesenangan, dan kenikmatan dalam bekerja,” terang Hani yang ahli membidangi pengembangan sumber daya manusia.
Hani menekankan komponen spiritualitas dalam bekerja sebagai dosen. Secara umum, berbagai konsep bekerja selama ini mengabaikan komponen spiritualitas. Hanya berfokus pada salah satu dari beberapa aspek fisik, mental, intelektual atau elemen emosional. Pengembangan kompetensi adalah keniscayaan bagi dosen.
Baik kemampuan, pengetahuan maupun keterampilan. ”Dosen harus bereksperimen dengan berbagai metode pembelajaran untuk melayani mahasiswa. Dan tidak lupa untuk mengajak mahasiswa merefleksikan apa yang sudah dipelajari,” lanjut Hani. (H89-95)
sumber : berita.suaramerdeka.com/11-juli-2015