SEMARANG (KR)- Generasi sekarang (anak muda kelahiran antara tahun sekitar 1980 sampai 2000-an atau banyak disebut kalangan psikologi sebagai Gen Y, generasi ‘anak’) seringkali dianggap oleh generasi sebelumnya (generasi orangtua) yang lahir antara 1960 sampai 1980 (Gen X) sebagai generasi yang kurang sopan santun, ‘urakan’, tidak loyal dan seabreg sebutan negatif lainnya. Di sisi lain, Gen Y menganggap para generasi X sebagai orangtua yang kolot, kuno, tidak kreatif dan lain sebagainya. Belakangan di kehidupan banyak terjadi benturan pendapat, norma, kondisi dan sejenisnya antara Gen X dan Gen Y karena berbagai faktor.
"Apalagi bila interaksi terjadi antara Gen Y dengan generasi Gen Baby Boomer atau generasi kakek-nenek yang lahir sebelum tahun 1960, akan lebih susah kalau saling memahami satu sama lain., " ujar dosen dan pakar psikologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Ferdinand Hindiarto saat berbicara pada seminar dalam rangka Dies natalis ke-31 Fak Psikologi Unika Soegijapranata Semarang di kampus setempat Sabtu (22/8).
Menurut Ferdinand, jumlah Gen Y saat ini mengisi sekitar 50 persen lapangan kerja dunia dan diprediksi tahun 2030 akan ada sekitar 75 persen lapangan kerja global dikuasai Gen Y. Sehingga sebagai tantangan dan harapan bagi para pengelola perusahaan maupun bagi Gen Y sendiri. Profil Gen Y yang melek teknologi, kreatif, inovatif, fleksibel, serba cepat dan lain-lain bisa mendatangkan harapan untuk kemajuan lembaga tempat mereka kerja. Namun profil negatif Gen Y seperti easy going, short attention span, lemahnya social skill, rendahnya komitmen dan loyalitas bisa menghadirkan tantangan bagi para pengelola SDM dan para Gen Y sendiri. Para Gen Y ibarat seperti emas tetapi masih perlu ‘disepuh’ agar bisa berkilau. (Sgi)-s