SEMARANG – Novel berjudul Dover yang ditulis Gustaaf Peek, ungkap kejahatan trafficking. Salah satu tokohnya berasal dari Indonesia yang terbang ke Belanda setelah tragedi 1998. Namun, di sana dia justru menjadi korban. Salah satu penerjemah novel tersebut, Widjajanti Dharmowijono, mengungkapkan, Gustaaf mengisahkan kejahatan trafficking dengan gaya khasnya.
”Saya dan delapan orang lain menerjemahkannya langsung dari Bahasa Belanda, bahasa pertama novel itu. Butuh waktu beberapa bulan untuk menyelesaikannya,” ujar perempuan yang kerap disapa Inge itu, dalam diskusi dan pembacaan fragmen novel itu di Unika Soegijapranata, Senin (27/7).
Dia menegaskan, dalam menerjemahkan karya Gustaaf, dia berkomitmen mendekati karya yang asli. Kalimat-kalimat penulis yang tinggal di Amsterdam itu pendek dan puitis. Inge mengungkapkan, Gustaaf memang juga menulis puisi. Dover merupakan karya yang ditulis 2008, dua tahun setelah dia menyelesaikan novel pertamanya yang berjudul Armin.
Modus
Kemarin, Inge dan dua penerjemah yang lain, Sri Zuliati dan Tyas DM, membaca beberapa bagian dari novel tersebut. Setelah itu, disusul dengan diskusi tentang novel itu dan juga soal kasus trafficking dengan pembicara Sr Vincentia Soendari PMY serta Inge. Pada kesempatan itu, Soendari, mengungkapkan, kasus trafficking yang pernah diketahuinya memiliki modus serupa dengan yang dikisahkan dalam novel itu.
”Di Wonosobo ada sebuah desa yang sebagian besar kaum perempuan menjadi tenaga kerja di luar negeri. Sebagian dari mereka menjadi korban trafficking,”katanya.
Dia juga mengungkapkan, kasus itu biasanya melibatkan beberapa pihak termasuk instansi pemerintah.
Sementara salah satu dosen di kampus itu, Donny Danardono, mengungkapkan, Gustaaf memulai novel itu dengan sebuah peristiwa. Berbeda dengan kebiasaan penulis lain, yang memulainya dengan perkenalan.
Menurutnya Dover sangat menarik untuk dibaca, terlebih sangat sedikit novel yang mengungkap kasus trafficking. (H35,H71-87)
sumber : epaper.suaramerdeka.com/2015/7/28