Kini, Jawa cenderung kekeringan. Namun saat yang sama di Sumatera justru banjir. Musim kemarau dan hujan seolah-olah tak lagi perputaran atau siklus yang tetap. Benarkah perubahan cuaca antara lain disebabkan oleh aktivitas manusia? Berikut perbincangan wartawan Suara Merdeka Royce Wijaya dengan sekretaris Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata Semarang, Hotmauli Sidabalok.
Kini, benarkah sedang terjadi kekacauan atau anomali cuaca?
Sebetulnya perubahan iklim bukan sekadar wacana, tetapi sudah merupakan keseharian yang manusia hadapi dan alami. Secara sederhana, perlu dipahami perubahan iklim adalah kondisi suhu, cuaca, atau iklim sangat ekstrem. Artinya, manusia menghadapi kondisi yang tidak biasa, tak lazim, dan cukup ekstrem. Misalnya, kenaikan suhu bumi hingga mengakibatkan cuaca sangat panas atau dingin, musim kemarau panjang,
curah hujan cukup tinggi, serta bencana.
Apakah itu gejala alam yang wajar atau akibat pengelolaan lingkungan (secara global) yang cenderung merusak/-eksploitatif?
Perubahan iklim memang dipahami akibat efek gas rumah kaca yang bersumber dari perilaku manusia yang tidak arif terhadap lingkungan. Kondisi efek rumah kaca adalah terlepasnya karbondioksida (CO2) dan gas lain yang cukup tinggi ke atmosfer bumi dan tertahan panas matahari yang direfleksikan bumi. Secara sederhana, seperti manusia berada dalam oven panas. Banyak aktivitas manusia menghasilkan
CO2, misalnya seperti penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, perusakan dan kebakaran hutan, pembakaran sampah, pengelolaan sampah yang tidak ramah lingkungan, penggunaan pendingin atau pemanas ruangan, pembakaran biomassa, aktivitas industri dan produksi bahan yang tidak ramah lingkungan, yang akhirnya membebani lingkungan. Penambahan penduduk bumi juga berpotensi meningkatkan produksi CO2 ke udara.
Bagaimana pengaruh terhadap kehidupan, terutama di sektor pertanian dan kelautan ñ yang amat tergantung pada siklus cuaca?
Perubahan iklim disebabkan oleh perilaku manusia yang tidak arif terhadap lingkungan. Sebaliknya, perubahan iklim juga akan memengaruhi kehidupan manusia. Seperti hukum aksi-reaksi, kalau kita melakukan aksi selalu aka ada reaksi. Alam juga seperti itu. Bumi dan alam semesta punya cara dan mekanisme tersendiri untuk beradaptasi dengan perubahan, tetapi manusia tidak begitu. Manusia tidak mudah beradaptasi dengan perubahan. Secara fisik manusia merasakan kesehatan tubuhnya sangat rentan terhadap anomali cuaca.
Penderita penyakit yang berkait dengan kondisi itu, seperti batuk, demam berdarah (DB), radang, dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), meningkat dan intensitasnya menjadi cukup sering. Kalau direntang 5-10 tahun lalu, penderita penyakit-penyakit itu bertambah pada masa pancaroba, saat peralihan musim panas ke musim dingin atau sebaliknya. Tentu perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian dan kelautan yang juga memengaruhi manusia.
Aktivitas sektor pertanian pun sangat bergantung pada cuaca dan ketersediaan air. Jika cuaca panas berkepanjangan dan tidak ada curah hujan, tentu petani tak bisa memanen tanaman di sawah atau ladang dengan baik. Petani butuh air untuk mengairi lahan pertanian. Sebaliknya, bila curah hujan cukup tinggi, lahan pertanian berpotensi kebanjiran dan tidak akan menghasilkan produksi yang baik. Apa dampaknya terhadap manusia? Karena sangat bergantung hasil pertanian untuk konsumsinya, manusia akan kekurangan bahan makanan.
Atau, bila ada bahan makanan, ketersediaan tidak seimbang dengan kebutuhan manusia yang cenderung bertambah. Itu membuat harga bahan meningkat. Demikian pula sektor kelautan akan sangat bergantung pada perubahan cuaca yang ekstrem. Bahkan kenaikan suhu bumi memengaruhi peningkatan permukaan air laut akibat es di wilayah kutub mencair. Nelayan tidak dapat melaut bila ada peningkatan cuaca atau curah hujan cukup tinggi. Distribusi berbagai produksi bahan pangan dan kebutuhan lain ke wilayah kepulauan Indonesia akan terhambat Ujung-ujungnya, manusia terdampak, penduduk kekurangan bahan pangan, arus perpindahan penduduk pun terhambat.
Masyarakat dan wilayah pesisir akan sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut karena yang sangat dekat dengan laut. Kondisi itu akan memengaruhi daya dukung tambak, kerentanan perkampungan nelayan terhadap banjir karena umumnya tipe rumah tidak lagi berpanggung tetapi secara horizontal mengikuti pola membangun horizontal.
Bagaimana penyikapan yang arif terhadap keadaan itu?
Semua pihak harus mau berubah. Perubahan iklim tidak terjadi begitu saja. Manusia turut andil menjadi penyebab utama peningkatan suhu bumi dengan melakukan kegiatan yang tidak mempertimbangkan lingkungan. Berbagai aktivitas manusia itu akan menyebabkan perubahan pada alam semesta. Kalau mau tidak panas, kurangi penggunaan bahan bakar fosil dan gunakan transportasi massal atau ramah lingkungan. Kurangi juga penggunaan berbagai alat yang mengambil oksigen (O2) bumi seperti pendingin udara serta mengurangi penggunaan energi.
Manusia butuh meningkatkan kepeduliaan terhadap lingkungan. Perlu sikap merawat dan menjaga sumber daya alam, bukan merampas atau merusak. Perlu juga bertindak selaras dan harmonis dengan alam semesta. Belajar mengenal alam akan menyadarkan manusia untuk bersikap bijak dan arif terhadap alam.
Adakah langkah antisipasi terhadap keadaan itu dalam pengelolaan lingkungan?
Banyak hal dapat dilakukan baik secara pribadi dan berkelompok. Secara pribadi, seperti yang telah saya jelaskan, setiap orang harus punya kemauan perubah dalam berinteraksi dengan alam. Kesadaran yang diikuti kepeduliaan terhadap perlindungan lingkungan akan berdampak positif berupa penurunan CO2 dan peningkatan O2 di atmosfer bumi.
Secara berkelompok masyarakat dapat bersepakat bertindak melindungi sumber daya alam. Secara berkelompok masyarakat dapat mengelola sampah lingkungan secara ramah lingkungan, melakukan aktivitas bersama secara rutin tanpa menggunakan bahan bakar fosil seperti car free day akan sangat berpengaruh terhadap kondisi suhu bumi.
Bagaimana pula manajenen lingkungan yang tepat dengan sangat mempertimbangkan faktor iklim/cuaca?
Ada dua hal dapat dipertimbangkan dalam manajemen lingkungan. Kita perlu beradaptasi dan melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim. Perlu upaya yang dirancang agar masyarakat mampu beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Oleh karena dampak perubahan iklim nyata dan tidak dapat dihindari, semua pihak harus menyiapkan berbagai strategi beradaptasi. Contohnya sektor pertanian, berkurangnya ketersediaan air akibat kemarau panjang mendorong petani dan berbagai pihak untuk menemukan varietas tanaman yang tidak butuh banyak air. Itu untuk menjamin ketersediaan pangan yang cukup.
Secara pribadi dan kelompok dapat merencanakan strategi beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim tentu saja dengan tujuan selaras dan harmonis dengan alam semesta. Mitigasi terhadap perubahan iklim untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang makin parah.
Pengaruhnya bagi masyarakat, apa yang harus diwaspadai?
Kita harus mewaspadai dampaknya terhadap kesehatan, ketersediaan pangan, air bersih, kerentanan terhadap bencana banjir, kekeringan, serta kenaikan air laut di wilayah pesisir.
Langkah antisipasi pemerintah bagaimana?
Pemerintah perlu merencanakan pengurangan dampak, adaptasi, dan mitigasi perub
ahan iklim. Juga perlu merencanakan aksi daerah yang minimal berdampak terhadap perubahan iklim. Penting pula memotivasi masyarakat untuk sama-sama meminimalkan peningkatan perubahan iklim serta mengurangi dampak dan risiko lewat berbagai peraturan dan kebijakan yang mendukung. Penghargaan perlu diberikan ke kelompok-kelompok yang berupaya positif dalam perlindungan lingkungan serta menegakkan hukum bagi pihak yang memperparah kondisi dan memicu peningkatan
kerusakan lingkungan.
►Suara Merdeka 21 Oktober 2018 hal. 6, https://www.suaramerdeka.com