Satu dasa warsa terakhir, ketatanegaraan memasuki dinamika baru seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi era digital. Keberadaan media berbasis teknologi internet menciptakan dan menghadirkan media sosial dan netizen sebagai kekuatan baru yang turut memengaruhi kebijakan negara.
Menurut Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi RI Prof Dr Arief Hidayat SH MS, netizen ini layaknya penduduk di dunia fisik di mana mereka memiliki identitas kependudukan sipil (avatar, username), punya rumah (homepage), punya kotak pos untuk surat menyurat (alamat e-mail), dan punya telepon (VoIP: Voice over Internet Protocol).
“Netizen bisa bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain, berselancar menggunakan browser mulai dari Firefox, Internet Explorer, Opera, dan lain sebagainya,” kata Prof Arief Hidayat saat orasi ilmiah dalam Perayaan Dies Natalis Unika Soegijapranata ke-38 secara virtual, Kamis (6/8).
Melalui media sosial sambungnya, netizen menurut Geoff Livingston telah menjadi kekuatan kelima demokrasi setelah legislative, yudikatif, legislatif dan pers. Isu kebijakan, kebenaran, dan opini, dengan pendekatan komunikasi top down tak lagi dapat dipertahankan.
Pada era ini sambungnya, komunikasi bersifat menyebar di mana semua orang bisa memroduksi informasi atau berita dan sekaligus menjadi konsumen. Dengan unggahan-unggahan mereka netizen dapat ‘bersuara’, menyalurkan ekspresi, menyampaikan aspirasi, pendapat kepada netizen, serta memroduksi informasi lainnya.
“Bermodal saling share konten media sosial, netizen dapat menggalang kekuatan untuk menggerakkan opini massa. Belakangan muncul figure-figur influencer yang memiliki pengaruh kuat bagi follower untuk tidak atau melakukan sesuatu dan bahkan menjadi role model atau panutan yang ditiru,” tutur guru besar Tata Negara Undip tersebut.
Apabila realitas itu dihubungkan dengan konteks pembumian nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan dalam Pancasila, kolaborasi dengan influencer media sosial merupakan langkah yang sudah harus segera diambil. Ia meyakini, para influencer dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan awareness netizen terhadap nilai-nilai Pancasila.
Di tangan para influencer, konten-konten bermuatan nilai-nilai Pancasila dapat dikemas dan ditampilkan secara original, inovatif, atraktif, dan kekinian sesuai style, corak, gaya, dan karakter generasi kekinian pada era teknologi informasi ini.
Fenomena kekuatan luar biasa media sosial menunjukkan bahwa hari ini, apa yang ditampilkan di ruang-ruang virtual, potensial membawa pengaruh besar. Maka, akan berlaku adagium, siapa yang mampu memanfaatkan dan mengisi ruang-ruang publik virtual, berarti dia memiliki peluang dan kekuatan untuk memengaruhi publik.
Pada titik ini, bukan tidak mungkin, peran perguruan tinggi sebagai moral force semakin termarginalkan oleh kekuatan luar biasa yang dimiliki oleh media sosial dan dunia maya pada umumnya.
Dalam era digital dan teknologi maju sekarang, masyarakat akademik di perguruan tinggi dituntut sedemikian rupa untuk mampu mengisi ruang-ruang publik virtual dengan konten-konten informasi menarik dan valid berbasis kebenaran ilmiah, demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.
Untuk dapat memberikan secara lebih optimal pada masa kekinian, sivitas akademik perguruan tinggi harus dapat menjadi selayaknya influencer bagi publik dan masyarakat.
Menyuarakan kepentingan rakyat, menjawab persoalan kebangsaan, sekaligus menjadi motor dan kolaborator aktualisasi nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila melalui ruang-ruang publik virtual.
Dengan demikian, kemampuan perguruan tinggi mengisi ruang-ruang publik virtual, terutama media sosial, menjadi agenda baru untuk secara lebih efektif meneguhkan perannya memindai nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan ke level operasional-implementatif.
Targetnya jelas, eksistensi perguruan tinggi di ruang-ruang publik virtual akan membawa Pancasila dengan segenap nilai-nilainya mampu menemukan momentum terbaik untuk diterima dan mengisi mindset, attitude, serta sisi terdalam nurani kesadaran kolektif anak-anak bangsa.
Yang dapat dan perlu dilakukan oleh perguruan tinggi untuk mempertahankan dan meningkatkan perannya menjaga dan membangun integritas kemanusiaan dan kebangsaan berdasar Pancasila ialah kemampuan berkreasi dan beradaptasi dengan kondisi dan tuntutan kemajuan teknologi informasi pada era digital dan lompatan virtual.