Suami-Istri Penerjemah Bahasa untuk Khan dan Khamran
Sama-sama sibuk sebagai akademisi, Yosep Bambang Margono dan Cecilia Titiek Murniati, pasangan suami-istri yang sama-sama bergelar doktor ini, dipertemukan di tempat tak biasa. Berikut laporannya.
DALAM kesehariannya Bambang bertugas mengajar di Untag, sedangkan isterinya bekerja di Unika Soegijapranata. Jika biasanya harus menghadapi mahasiswa, sebagai penerjemah bahasa kali ini mereka mendampingi dua terdakwa kasus penyelundupan sabu seberat 97,15 kg yang dimasukkan dalam mesin genset. Tuntas sudah pekerjaan Bambang dan Cecilia sebagai penerjemah bahasa yang turut merasakan nasib dua terdakwa yang diketok palu hakim di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Sejak akhir Juli hingga 16 November lalu, keduanya mendapatkan tugas dari universitas tempatnya bekerja untuk mendampingi terdakwa Muhammad Riaz alias Mister Khan warga negara Pakistan dan Khamran Muzaffar Malik alias Philip Russel asal Amerika Serikat. Baik Khan maupun Khamran tidak bisa berbahasa Indonesia.
Karenanya, Bambang dan Cecilia pun harus dihadapkan ke meja hijau untuk mendampingi para terdakwa. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 177 ayat 1 KUHAP, jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. Hal tersebut karena persidangan di negara ini harus dilakukan dengan bahasa Indonesia.
Suatu awal baru bagi kedua penerjemah, sebab mereka juga harus kembali belajar memperdalam ilmu terkait istilah-istilah hukum dalam bahasa Inggris.
Menurut Bambang, bukan perkara mudah menerjemahkan bahasa dalam perkara penyelundupan sabu. “Kami harus memberikan penjelasan sebaik mungkin, agar pesan-pesan yang terungkap selama sidang bisa diterima dan dipahami terdakwa Khan. Apalagi, ini terkait perkara yang menjadi perhatian publik,” tandas Dekan Fakultas Bahasa dan Budaya Untag kepada Suara Merdeka, Selasa (22/11).
Ia mencoba seprofesional mungkin menerjemahkan dialog dipersidangan, baik apa yang disampaikan jaksa, hakim, maupun pengacara terdakwa. Karenanya, Bambang mencoba tidak larut dalam emosi, meski ia yang sering berkomunikasi dengan terdakwa pada akhirnya saling mengenal dengan baik. Khan yang dihukum mati dalam perkara ini dinilainya sebagai sosok atau pribadi yang baik.
Pengalaman
Di sisi lain, warga Pakistan itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena dianggap melakukan permufakatan jahat membawa sabu 97,15 kg masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, serta mengatur keuangan kegiatan impor genset dari Guangzhou, Tiongkok.
Bekerja di pengadilan menjadi pengalaman tersendiri bagi bapak dua anak yang telah menerjemahkan 15 buku dari bahasa Inggris ke Indonesia tersebut. Seperti halnya Bambang, isterinya Cecilia juga dihadirkan jaksa untuk jadi penerjemah bahasa tetapi untuk terdakwa Khamran yang akhirnya dihukum seumur hidup. Ia sendiri tidak menyangka akan dipertemukan dengan suaminya di pengadilan. Pasangan itu saling mengenal sejak kuliah S-1 Sastra Inggris Undip hingga kembali menempuh studi S-3 bersama di The University of Iowa, Amerika Serikat.
Dalam kesehariannya, Cecilia tak memungkiri kerap berdebat soal bahasa dan sastra dengan suaminya. Namun, untuk tugasnya di pengadilan, ia harus terus berdiskusi dengan suaminya terkait istilah-istilah hukum yang muncul selama di persidangan. “Yang jadi kendala, terkadang dialog-dialog dalam sidang begitu cepat. Ini membutuhkan konsentrasi tentunya,” tandas wanita yang tinggal di perumahan Pandanaran Hills, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang. ( http://berita.suaramerdeka.com , Suara Merdeka 23 November 2016 hal. 17 )