Oleh: Ferdinand Hindiarto, Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata
DALAM pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang terdapat hal yang menarik untuk diulik dan dianalisis sebagai sebuah pembelajaran, yaitu terdapat 25 daerah yang hanya memiliki calon tunggal (data KPU September 2020). Menarik untuk dikaji karena jumlahnya cukup banyak dan sebagian besar calon tunggal itu adalah petahana.
Di Jawa Tengah, misalnya, terdapat 6 kabupaten/kota dengan calon tunggal. Di luar perspektif politik, maka fenomena ini menarik sekali untuk dikaji. Mengapa tidak ada calon lain? Apa penyebabnya? Apakah masyarakat kita sungguh sudah “miskin” atau bahkan sudah kehabisan calon–calon pemimpin? Atau sebenarnya banyak potensi-potensi calon pemimpin, namun tidak terakomodir dalam sistem politik saat ini? Dalam artikel ini, penulis akan mengkaji dengan perspektif organisasi, bukan perspektif politik.
Dalam perspektif organisasi, pemimpin memiliki peran yang sangat vital dalam menentukan keberlangsungan sebuah organisasi/ organizational sustainability. Oleh karena itu organisasi yang sehat seharusnya memiliki dan menyiapkan calon-calon pemimpin untuk masa depan. Semakin banyak tersedia calon-calon pemimpin, maka organisasi akan semakin kuat dalam menjaga keberlangsungan dan keberlanjutannya. Dalam perspektif pengelolaan sumber daya manusia, proses menyiapkan calon-calon pemimpin ini dikenal dengan istilah talent management.
Dalam buku The Oxford Handbook of Talent Management (2017), talent management adalah proses yang terintegrasi dan dinamis untuk memilih, mengembangkan, dan menempatkan talenta-talenta dalam organisasi sebagai pemimpin pada semua level. Terdapat empat tahap dalam proses talent management. Pertama, define & asses yaitu langkah mengidentifikasi dan menentukan kriteria-kriteria calon pemimpin di masa depan yang selaras dengan strategi organisasi.
Kedua, acquisition, yaitu tahapan untuk mendapatkan talenta-talenta terbaik dari calon-calon pemimpin mengacu pada kriteria yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya.
Ketiga, develop, yaitu tahapan mengembangkan potensi, kapasitas dan kompetensi talenta-talenta terbaik itu melalui berbagai metode misalnya: training & development, coaching, mentoring, action learning project. Keempat, retain, yaitu tahapan mempertahankan talenta-talenta itu agar tetap berada dalam organisasi serta mengambil peran strategis untuk pengembangan organisasi di masa depan.
Organisasi yang efektif tentu saja akan melakukan talent management dengan sistematis. Sebaliknya organisasi yang tidak melakukan talent management akan selalu mengalami kesulitan setiap kali membutuhkan pemimpin di level apapun. Jika mencermati fenomena calon tunggal pada pilkada 2020 ini, maka muncul pertanyaan: apakah betul kita tidak memiliki talenta-talenta calon pemimpin? Atau sebenarnya banyak talenta namun tidak terakomodir dan tidak terkembangkan dalam organisasi masyarakat kita?
Andrew Johnsin, Paul Vernon & Julie McCarthy (1999) dalam risetnya menemukan bahwa pemimpin merupakan perpaduan antara nature & nurture, perpaduan antara potensi/bakat dan pengembangan. Kita percaya bahwa dari sekian banyak populasi manusia di sebuah daerah, pasti banyak individu-individu yang memiliki potensi/bakat sebagai seorang pemimpin. Lalu ke manakah talenta-talenta itu sehingga dalam pilkada ini banyak daerah yang hanya memiliki calon tunggal? Besar kemungkinan bahwa talenta-talenta itu tenggelam, paling tidak oleh dua hal.
Pertama, karena tidak adanya talent management yang baik dalam organisasi masyarakat kita. Dalam konteks pemilihan kepala daerah maka organisasi yang dimaksud adalah partai politik. Jika melihat realitas organisasi partai politik yang ada saat ini, barangkali kita semua akan mengamini bahwa memang sebagai sebuah organsiasi, partai politik belum menjadi tempat persemaian dan pengembangan talenta-talenta calon pemimpin.
Indikatornya sangat jelas bahwa sebagian besar kepala daerah yang diusung oleh parpol bukanlah kader asli yang dididik dan dikembangkan dari awal melalui proses talent management. Kedua, talenta-talenta calon pemimpin tenggelam oleh sistem politik yang saat ini berlaku. Tidak dapat dipungkiri dengan sistem politik saat ini, akses sebagai calon pemimpin hanya dimiliki oleh pihak yang kuat secara politik atau ekonomi. Merebaknya politik dinasti adalah indikator yang sangat jelas menggambarkan hal itu.
Bagi organisasi minimnya kandidat pemimpin dapat berdampak pada pengembangan organisasi. Salah satu dampaknya adalah organisasi tidak memiliki calon terbaik yang dapat dipilih. Jika untuk sebuah posisi organisasi memiliki beberapa calon, maka akan terjadi adu gagasan pengembangan diantara para calon. Dalam situasi seperti itu akan muncul gagasan-gagasan baru yang berguna bagi pengembangan organisasi. Dan organisasi tinggal memilih gagasan yang terbaik dalam berbagai dimensinya. Dengan demikian pengembangan organisasi akan selalu berjalan selaras dengan tantangan jaman yang dihadapi.
Bercermin dari fenomena calon tunggal dalam pilkada 2020 ini, maka sangatlah penting bagi setiap organisasi untuk menyiapkan calon-calon pemimpin melalui proses talent management. Semoga fenomena calon tunggal dalam pilkada kali ini menjadi pembelajaran bagi setiap organisasi dalam menyiapkan talenta-talenta terbaik yang dimiliki agar setiap saat organisasi membutuhkan, maka telah tersedia banyak kandidat terbaik. Semoga.
sumber: Tribun Jateng 26 Januari 2021 hal. 2
https://jateng.tribunnews.com/2021/01/29/opini-calon-tunggal-dalam-perspektif-talent-management.