SEMARANG, suaramerdeka,com – Selain orang awam yang bebas mendefinisikan bela negara, dalam beberapa konteks keilmuan yang relevan, bela negara mengandung arti yang cukup sensitif.
Menurut Dosen Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata Dr Y Trihoni Nalesti Dewi MHum, pendataan yang dilakukan diakhir program bela negara tentunya mengandung maksud tertentu.
Satu di antaranya jika negara dalam keadaan darurat maka bela negara sangat terkait dengan persoalan mobilisasi yang memungkinkan pengerahan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara secara langsung.
“Indonesia adalah negara yang sangat gencar mengampanyekan pentingnya penghormatan penduduk sipil pada situasi perang. Satu bentuk perlindungan tersebut harus memberikan batasan yang jelas yang disebut prinsip pembedaan (distinction principle) antara penduduk sipil dan militer,” kata dia.
Jadi pelibatan sipil jika sampai terjadi mobilisasi harus secara jelas dalam perannya sebagai peserta tempur atau non-tempur. Pelibatan sipil membantu TNI selaku komponen utama pertahanan melaksanakan tugas operasi militer selain perang (military operation other than war/MOOTWA) juga mengandung risiko yang sangat besar jika tidak mendapat perhatian seksama.
“Misalnya jika sipil digunakan menghadapi ancaman internal seperti pemberontakan, separatisme, terorisme, atau aksi demo, tentunya akan berpotensi menghadapkan warga negara satu dengan lainnya yang dapat berujung terjadinya konflik horisontal,” kata dia.
(Puthut Ami Luhur / CN26 / SM Network)
sumber : berita.suaramerdeka.com